Alatternakayam –  Industri perunggasan nasional, khususnya broiler (ayam pedaging), kian menunjukkan komitmennya dalam memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat dengan harga yang terjangkau. Terbukti bahwa daging ayam termasuk dalam komoditas pangan strategis yang harus diamankan stok dan ketersediannya. Oleh sebab itu, peternak broiler perlu diapresiasi dalam usahanya menyediakan daging ayam yang sehat untuk seluruh keluarga di Indonesia.

Dalam pemeliharaannya, budidaya broiler semakin maju dengan adanya sistem closed house (kandang tertutup). Modernisasi kandang ini dilatarbelakangi oleh kondisi tropis di Indonesia yang mengakibatkan kelembapannya tinggi yaitu berkisar antara >80%-100%, situasi cuaca yang tidak menentu, adanya predator dan sirkulasi penyakit unggas di alam terbuka. Diketahui bahwa broiler merupakan unggas yang sangat sensitif terhadap kondisi lingkungan, sehingga pemeliharaannya perlu diintensifkan, salah satunya dengan menggunakan sistem closed house.

Adapun komponen penting dalam mengoperasikan sistem closed house ini adalah listrik. Seperti yang diungkapkan oleh peternak broiler di Sukabumi, Jawa Barat, Setya Winarno, bahwa listrik ini sifatnya mutlak bagi peternak broiler. Adapun itemitem kritis di sistem closed house yang berhubungan dengan listrik adalah kipas, lampu, pemanas (heater), cooling pad, air (nipple) dan auger pada pan feeder.

Item utama dalam closed house yang berhubungan dengan listrik adalah kipas. Ini menjadi wajib karena hanya bisa ditahan dalam waktu dalam 15 menit saja, dan itu pun mortalitasnya (angka kematian) bisa mencapai 20%. Kemudian yang “semi wajib” itu lampu, dalam artian boleh mati tetapi tidak boleh lama-lama. Berikutnya pemanas (heater) ayam, itu terkoneksi dengan listrik juga karena ada panel-panelnya,” sebut pria yang akrab disapa Winarno ini.

Menurutnya, panel-panel yang digunakan ini memanfaatkan gas tetapi tetap dihubungkan dengan panel-panel listrik. Maka dari itu, jika suhunya turun (drop), pemanas akan menyala sendiri. Lalu apabila ayam sudah besar, maka menggunakan cooling padCooling pad merupakan pendingin ruangan, yang mana di inlet tempat angin itu masuk diberi cooling pad dan ini juga terkoneksi ke listrik. Jadi jika udaranya panas, otomatis nanti panel-panel akan memerintahkan untuk embun itu keluar. Berikutnya ialah nipple, itu juga pasti menggunakan listrik untuk menarik air. Jadi semuanya terhubung dengan sistem electrical.

Apabila listrik mati, maka akan sangat berpengaruh pada performa ayam, sehingga Winarno berjaga-jaga dengan menyediakan genset. “Ketika mati listrik, maka dalam hitungan detik genset akan menyala, sehingga tidak menunggu bermenit-menit. Sementara jika ada kasus gensetnya ngadat, layar yang ada slingnya tinggal digulung. Tirainya digulung jika sudah sangat mendesak, supaya mengurangi risiko ayam mati. Namun dalam situasi ini ayam tetap stres berat,” ungkap pria yang merupakan lulusan Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (Fapet UGM) ini.

Dengan kandang modern (closed house), Winarno melanjutkan, ayamnya bisa muat lebih banyak dibandingkan dengan kandang ayam konvensional (open house). Kandang sistem open house isinya dalam 1 m2 bisa untuk 8-10 ekor, sementara untuk sistem closed house dalam 1 mbisa untuk 14-18 ekor. Pada sistemopen house kemudian diberi kipas dorong, di mana sekarang adanya hanya kipas sedot. Terus tiba-tiba listrik dan gensetnya sama-sama mati, maka otomatis layar/tirainya dibuka, sehingga hanya ada angin alami. Dalam kondisi ini ayam akan stres berat, tetapi matinya mungkin tidak banyak.

“Sementara itu, untuk peternak dengan kandang modifikasi (semi closed house), tidak menggunakan sling, tetapi layarnya dipaku biasa. Ketika listrik mati dan gensetnya ngadat, maka peternak akan kebingungan membongkar kandangnya. Kebetulan kandang saya sudah menggunakan sling juga, sehingga genset selalu ready, ada juga cooling kalau dibuka layarnya,” Winarno mengaku saat ditanya pentingnya listrik bagi usaha peternakan broiler.

Bergantung pada PLN

Sebagai perusahaan listrik terkemuka se-Asia Tenggara dan pilihan nomor satu bagi pelanggan untuk solusi energi, PT PLN (Perusahaan Listrik Negara) memegang peran kunci dalam keberlanjutan usaha peternak broiler. Winarno menerangkan bahwasanya sangat bergantung dengan PLN. Jika tidak ada PLN, maka ia tidak bisa menjadi peternak. Setiap tahunnya, PLN juga memberikan pelayanan (service) yang semakin baik.

Winarno pun menjelaskan, kebutuhan daya listrik dalam satu kali periode pemeliharaan broiler (30-35 hari) ini tergantung dari tipe kandangnya. “Misalnya kandang dengan kapasitas 20.000 ekor dengan full closed house itu minimal 23.000 watt. Tapi kalau semi closed house mungkin cukup dengan 16.000 – 18.000 watt, karena tidak menggunakan cooling padauger atau mesin pakan,” terang dia.

Kandang modifikasi, ia menjelaskan, hanya membutuhkan listrik untuk nipple dan kipas. Sementara full closed house ada auger untuk pakan berjalan, cooling pad yang otomatis hidup sendiri kalau terlalu panas, serta terkoneksi dengan heater waktu ayam masih kecil. Di mana jika kurang panas heater-nya akan menyala sendiri. Itu membutuhkan listrik semua, sehingga perbedaan kebutuhan listrik closed house dengan semi closed house bisa mencapai 5.000 watt.

Di samping itu, dengan menggunakan listrik dari PLN, Winarno merasa terbantu karena selalu sukses dalam memelihara ternak broiler-nya yang telah dirintis selama 2 dekade. “Hasilnya panennya selalu sesuai harapan. Saya sendiri memiliki kandang closed house dan tunnel (semi closed house)/modifikasi, di mana indeks performa (IP) ayam dari closed house mencapai 440-460. Sedangkan ayam dari kandang modifikasi IP-nya 420-440, berbeda 20 poin,” ungkapnya.

Ia menilai bahwa IP tersebut termasuk bagus, tapi memang belum excellent untuk level closed house di mana IP 440-460 masuk ke grade B. Sedangkan untuk kandang modifikasi, IP 420-440 itu sudah excellent atau grade A. Perbedaan IP pada kandang modifikasi dengan closed house ini karena panennya tidak besar-besar yaitu dengan bobot badan ayam 1,8-1,9 kg. Berbeda cerita jika panennya 2,5 kg, maka IP-nya bisa menyentuh 500 tetapi ini akan membutuhkan biaya tambahan lagi.

Dalam perjalanannya beternak broiler, Winarno secara berkala menambah daya listrik kandangnya untuk keberlanjutan usahanya ini. Pada awal usahanya, ia menggunakan kandang terbuka (open house) dengan kapasitas 10.000 ekor ayam. Itu hanya menggunakan 3.500 watt. Lalu kandangnya diubah menjadi semi closed house dengan kapasitas 15.000 ekor, di mana diadakan kipas-kipas sedot tutup layar dan nipple, sehingga dayanya ditingkatkan menjadi 13.000 watt. “Ketika bangunannya sudah reyot, saya robohkan dan saya bangun full closed house dengan kapasitas 20.000 ekor, sehingga daya listriknya naik lagi menjadi 23.500 watt, lantaran untuk full closed house membutuhkan daya listrik yang lebih banyak lagi,” tandas Winarno.

Program Electrifying Agriculture

PLN secara khusus memiliki Program Electrifying Agriculture (EA) yang merupakan salah satu inovasi untuk mengajak para pelaku yang bergerak di bidang agrikultur, seperti pertanian, peternakan, perkebunan dan perikanan, untuk beralih ke alat-alat dan mesin produksi berbasis listrik. Hal ini sejalan dengan modernisasi peternakan broiler yang ada di Indonesia. Adapun jumlah pelanggan Program Electrifying Agriculture hingga akhir tahun 2023 telah mencapai lebih dari 241.700 pelanggan. Angka ini dilaporkan meningkat 25% dibandingkan tahun 2022 yang hanya 193.058 pelanggan.

Pada kesempatan yang terpisah, salah satu pegawai PLN yang tidak ingin disebutkan namanya, mengungkapkan bahwasanya Program Electrifying Agriculture dirilis oleh PLN khususnya yang tumbuh di unit-unit layanan,dalam rangka menjawab tantangan yang ada di masyarakat. “Program ini bertujuan untuk membantu masyarakat dalam memberikan layanan ketenagalistrikan hingga ke pelosok perkebunan, pertanian hingga kebutuhan peternakan. Sebab pada umumnya,lokasi-lokasi agrikultur yang dimaksud itu jauh dari bangunan rumah dan bangunan permanen yang sering menjadi syarat yang diminta PLN untuk menyambung jaringan pelayanan pelanggan,” jelas dia.

Ia pun mengatakan, tujuan dari Program Electrifying Agriculture masih sejalan dengan dua misi PLN secara korporat,yaitu menjadikan tenaga listrik sebagai media untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat serta mengupayakan agar tenaga listrik menjadi pendorong kegiatan ekonomi.

“PLN yang menjadi salah satu perusahaan pemegang izin usaha penyediaan layanan ketenagalistrikan, tidak memungkiri telah banyak membangun infrastruktur kelistrikan sampai ke pelosok negeri dengan program-program yang diberikan. Secara umum, aset PLN akan cukup luas tersebar dan dengan mudah menjangkau pelanggan. PLN pun menawarkan kontinuitas layanan hingga keandalan layanan, serta kemudahan dalam melayani pelanggan hanya dengan aplikasi PLN Mobile (Affordable) dengan biaya yang relatif terjangkau dibandingkan sumber listrik lain,” terangnya memaparkan kelebihan dari menggunakan listrik dari PLN.

Di samping itu, saat ditanya oleh Redaksi TROBOS Livestock, Winarno mengaku bahwa belum pernah mendengar Program Electrifying Agriculture. Untuk itu, jika ada semacam program seperti ini maka perlu disosialisasikan ke pelanggan-pelanggan. “Dulu kandang-kandang ayam ini masuk ke golongan R1, R2 atau R3. R merupakan singkatan dari Rumah Tangga, di mana kalau 450 watt itu R1, 920 watt ke atas itu R2, 3.000 watt ke atas itu R3. Peternakan lebih memilih golongan R karena tarifnya lebih murah. Namun lambat laun golongan R makin mahal dibandingkan golongan B (bisnis). Akhirnya banyak kandang peternak itu sekarang beralih menggunakan yang bisnis,” kisanya.

Artinya, Winarno mengimbuhkan, usaha-usaha peternak ini sudah terdaftar sebagai bisnis atau kandang. Namun mereka belum tahu ada program seperti ini. Maka sebaiknya jika program ini diluncurkan untuk agriculture, maka harus banyak disosialisasikan kepada para peternak. Terlebih sebentar lagi akan ada Program Makan Bergizi Gratis (MBG) per Januari 2025, di mana peternak broiler memegang andil dalam pemenuhan kebutuhan daging ayam untuk anak-anak sekolah, ibu hamil dan balita. Dibutuhkan kolaborasi antara PLN sebagai penyedia energi dengan peternak broiler sebagai penyedia protein hewani dalam memperkuat ketahanan pangan di Indonesia.

Di sisi lain, Peternak Broiler di Gowa, Sulawesi Selatan, Mustakim yang telah mengikuti Program Electrifying Agriculture mengaku dengan mensubstitusi fungsi genset, listrik PLN dapat meningkatkan efisiensi biaya operasional peternakan hingga 4 kali lipat. “Usai menggunakan listrik PLN, kami dapat mengoptimalkan produksi yang sebelumnya panen membutuhkan waktu 28 hari, kini hanya membutuhkan waktu 22 hari. Oleh sebab itu, dari sisi efektivitas waktu menjadi lebih singkat dan omset otomatis meningkat,” paparnya.

Selain untuk peternakan, PLN pun menghadirkan listrik untuk mesin pengolahan pakan ayam. Di mana elektrifikasi pada mesin-mesin pengolahan pakan ayam ini dilaporkan dapat meningkatkan efisiensi proses produksinya. Hal ini diakui oleh produsen pakan ayam, Heri, bahwa setelah menggunakan listrik dari PLN, biaya pengolahan pakan ayamnya menjadi lebih hemat hingga 4 kali lipat.

PLN Dukung Ketahanan Pangan Nasional

Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo menjelaskan bahwasanya melalui Program Electrifying Agriculture, PLN ingin mendukung pelaku usaha di sektor agrikultur guna meningkatkan produktivitas dan efisiensi operasional yang berujung pada peningkatan keuntungan peternak. Program ini pun membuat kegiatan usaha dari pelaku bisnis menjadi lebih ramah lingkungan, yang mana melalui program ini, PLN berupaya untuk menciptakan Creating Shared Value (CSV) bagi masyarakat dan lingkungan sekitar.

“Kami yakin dengan penggunaan berbagai inovasi teknologi agrikultur berbasis listrik, akan membawa pelaku usaha menjadi lebih modern. Sehingga produktivitas mereka dapat meningkat secara signifikan dibandingkan dengan menggunakan energi fosil,” kata Darmawan.

Berdasarkan data yang dihimpun dari PLN, hingga akhir tahun 2023, total daya tersambung dari Program Electrifying Agriculture sebesar 3.647 Mega Volt Ampere (MVA), atau tumbuh sekitar 16% dari 2022 sebesar 3.128 MVA. Sementara tu, konsumsi listrik Program Electrifying Agriculture juga mengalami peningkatan, yang mana pada akhir tahun 2023 konsumsi listrik mencapai lebih dari 5,12 Tera Watt hour (TWh), meningkat sekitar 9% dibandingkan pada akhir tahun 2022 yakni sebesar 4,66 TWh.

Program Electrifying Agriculture telah menjadi bagian dari langkah strategis PLN dalam upaya mendukung pengentasan kemiskinan melalui sektor ketenagalistrikan. “Melalui Program Electrifying Agriculture ini, PLN juga mendukung pemerintah untuk menguatkan ketahanan pangan nasional,” harap Darmawan sejalan dengan harapan Winarno.rubella c milladiah