Alatternakayam – Perusahaan aditif pakan asal Jerman, EW Nutrition, menggelar seminar menarik dengan tajuk “2023 EW Nutrition Poultry Academy”, yang bertempat di JHL Solitaire Gading Serpong, Tangerang. Seminar ini dilaksanakan selama 2 hari berturut dari tanggal 4-5 September. Seminar dihadiri oleh berbagai macam kalangan pembicara seperti akademisi, pelaku usaha, dan konsultan nutrisi perunggasan.
Seminar dibuka oleh Dr. Steve Leeson selaku Professor Emeritus University of Guelph, yang membahas seputar pemberian pakan pada broiler. Menurutnya, feed intake akan lebih maksimal apabila peternak memberikan sebanyak mungkin partikel pakan yang berukuran besar. Transisi pemberian pakan partikel kecil seperti mash dan crumble ke partikel pakan besar seperti pellet baiknya diberikan sedini mungkin. Ayam sebenarnya memilih partikel pakan yang paling besar saat diberi pilihan. Di lapangan, seringkali peternak lambat dalam melakukan transisi dari crumble ke pellet, sehingga akan memperlambat laju pertumbuhan broiler.
“Semakin cepat ayam dikenalkan pellet, maka semakin cepat dia bertumbuh. Ayam akan mengonsumsi short pellet pada usia dini di 12-15 hari. Ketidaksetujuan untuk menerima fakta ini disebabkan oleh “penolakan pakan” yang dirasakan, sehingga transisi pakan dari crumble menjadi pellet dilakukan pada usia 21-24 hari. Akibatnya, hasil di kandang selalu menunjukkan bahwa pada usia 7 hari, berat ayam sudah mencapai target 196 gram, tetapi selalu di bawah target pada usia 21 hari, yaitu 850 gram dibandingkan dengan potensinya yang harus mencapai 1000 gram,” kata Steve, Senin (4/9).
Selanjutnya, Judy Robberts selaku Technical Services Manager Ross Asia Pacific membawakan materinya yang mengangkat tentang optimalisasi kualitas DOC (Day Old Chick) dari sudut pandang pembibitan. Optimalisasi kualitas DOC menjadi upaya berkelanjutan dan memerlukan perhatian khusus terhadap standar yang telah ditentukan. Dengan begitu, hatchery dapat meningkatkan kualitas DOC yang dihasilkan.
“Pemeliharaan di dalam kandang menjadi poin pertama untuk menjaga kualitas DOC. Hal ini dimulai dengan pemeliharaan higienitas nest box di dalam kandang pembibitan. Nest box yang kotor akan menjadi sarang kuman penyakit, yang kemudian akan memengaruhi kualitas telur tetas. Rantai pembibitan harus diperhatikan higienitasnya sampai DOC diangkut dalam transportasi pengangkutan ke kandang komersial,” ucapnya.
Masih dalam acara yang sama, Regional Technical Director EW Nutrition South East Asia/Pacific, Sabiha Kadari memaparkan materinya yang membahas konsep pemberian feed additive untuk keseragaman bobot badan dalam budi daya ayam ras. Menurutnya, keseragaman bobot badan dapat diraih dengan menerapkan konsep gut health, dimana kesehatan usus dapat dijaga dengan pemberian feed additive. Salah satunya dengan menggunakan enzim xylanase, yang merupakan bagian dari enzim hidrolase yang memecah xilan menjadi sub unit yang lebih kecil.
“Xylan dapat menghambat pencernaan unggas karena serat ini sulit dicerna oleh sistem pencernaan mereka. Ini dapat mengakibatkan penurunan penyerapan nutrisi dan pertumbuhan yang buruk. Sekitar 10-15% energi hilang karena nutrisi yang terperangkap. Jika enzim xylanase dapat secara efektif memecah molekul xylan, ia dapat meningkatkan pelepasan nutrisi hingga 100 kkal. Tetapi, xylan tidak bisa menjadi satu-satunya enzim yang diberikan pada unggas apabila pakan tersebut mengandung substrat lainnya seperti glucan dan mannan,” papar Sabiha.
Sumber: poultryindonesia.com