Alatternakayam – Lahir dari keluarga pebisnis membuat Yesi tumbuh sebagai pribadi yang suka belajar dan tak gampang menyerah. Hal ini jugalah yang membuat dirinya memutuskan untuk terjun ke dunia perunggasan. Meski menjadi hal yang baru, namun tak membuat wanita asli Blitar ini takut untuk mencoba dan menekuninya.

“Menyerah bukanlah sebuah pilihan yang bijak. Sebagai manusia, kita diwajibkan untuk terus berusaha. Perkara hasil adalah ranah yang Mahakuasa”

“Pada dasarnya saya suka tantangan, suka belajar dan suka sesuatu hal yang baru. Dan dunia perunggasan ini merupakan sesuatu yang baru bagi saya, karena dari keluarga tidak ada yang mempunyai latar belakang peternak, terkhusus di perunggasan. Karena saya suka belajar dan tantangan, saya mencoba saja. Keputusan untuk mulai beternak ini, mungkin sekitar 10 tahun yang lalu. Dulu awalnya saya memelihara bebek pedaging, lalu ayam joper, terus ayam jawa asli, hingga usaha saat ini yaitu ayam petelur,” ceritanya kepada Poultry Indonesia melalui aplikasi WhatsApp, Rabu (17/5).

Pribadi pembelajar

Sambil bernostalgia, Yesi menjelaskan bahwa berbagai usahanya di perunggasan itu tidak selalu berjalan mulus. Jatuh, bangun, dan bangkit menjadi menu harian yang selalu ia rasakan. Seperti saat memelihara bebek pedaging. Yang mana secara teknis menyenangkan, namun karena pedagang yang main tidak banyak, maka harganya sering kali tidak bisa terangkat. Alhasil, Yesi pun berpindah haluan dan memutuskan untuk memelihara ayam joper.

“Ketika memelihara ayam joper, ternyata harga panenya seringkali rendah. Bahkan jeblok sekali waktu itu, dan akhirnya saya kapok. Terus karena kapok, saya beralih memelihara strain ayam jawa asli dengan mengadopsi sistem budi daya ayam broiler. Sebenarnya di usaha budi daya ayam jawa asli ini saya merasa cocok, namun saya diminta ibu saya untuk berpindah ke ayam petelur. Karena ketika itu, ibu saya menunaikan ibadah haji dan semua teman satu kloternya adalah para peternak ayam petelur. Yang dalam pandangan ibu saya dulu, semuanya kaya dan sukses. Makanya, ibu saya terinspirasi dan menyuruh saya pindah ke ayam petelur,” tuturnya sambil bercanda.

Kendati demikian, waktu itu Yesi merasa bahwa dalam usaha ayam petelur membutuhkan modal yang besar. Katakanlah populasi 750 ekor, dirinya mengaku sulit untuk mencari modal sendiri. Sedangkan apabila pelihara ayam jawa dengan populasi 1000 ekor pun dirinya masih mampu. “Melihat persoalan itu, ibu saya membantu dengan memberikan modal 1 kandang ayam petelur beserta isinya, setelah itu dilepas. Dan Alhamdulillah dengan berbagai tantangan dan pembelajaran yang saya hadapi, 10 bulan kemudian saya bisa menambah populasi dan peternakan saya terus berkembang”.

Lebih lanjut, Yesi mengaku bahwa ibunya mempunyai peranan besar dalam usaha ayam petelur yang tengah ia jalani saat ini.  Selain itu menurutnya banyak hal dan pelajaran yang Yesi dapatkan dari sosok ibunya. “Ibu adalah tokoh panutan dan inspirasi bagi saya. Beliau adalah sosok pekerja keras dan sangat smart dalam berbisnis. Dulu ibu pernah jatuh dan terpuruk, bukan hanya sampai titik 0 namun hingga minus. Dan akhirnya bisa bangkit dan bisa survive, bahkan melompat jauh,” tambahnya.

Yesi menceritakan bahwa dulu ibunya mempunyai usaha toko yang cukup besar. Seiring berjalannya waktu, sebuah kesalahan atau mungkin memang sesuatu harus terjadi semua aset harus terjual, termasuk toko yang menjadi lahan penghidupan. Saking jatuhnya, ia bercerita saat itu untuk membeli beras saja ibunya kesusahan. “Makanya posisinya tidak hanya titik 0, bahkan di titik minus. Tapi ibu tidak menyerah dengan keadaan, dan tetap bisa survive bahkan meloncat tinggi. Dan singkat cerita saat ini beliau mempunyai pabrik kecap dengan puluhan pekerja dan puluhan mobil box untuk distribusinya. Dan kisah itu menjadi hal yang selalu saya ingat, dan terpampang nyata di depan saya. Jadi beliau adalah inspirasi saya untuk menjadi sosok yang tegar, pembelajar dan pantang menyerah,” ujar Yesi menceritakan sosok ibunya.

Teladan yang didapat dari ibunya pun selalu Yesi pegang dalam menjalani kehidupan. Tak terkecuali pada saat ia menjalankan usaha peternakan layer, yang tentu tidak lepas dari sebuah persoalan. Dirinya bercerita, bahwa suatu ketika pernah mencoba memakai egg tray bekas untuk menekan biaya produksinya, karena dinilai lebih murah. Bukannya untung, justru buntung yang Yesi dapatkan. Pasalnya setelah menggunakan egg tray bekas, timbul berbagai penyakit pada ayam petelur yang dipelihara, sehingga produksinya menurun dan tidak optimal.

“Dari situlah saya mulai sadar dan belajar terkait pentingnya konsep biosekuriti. Waktu itu, Alhamdulillah saya juga mendapatkan edukasi dan pendampingan dari sebuah pabrik pakan. Akhirnya secara perlahan, manajemen biosekuriti di kandang saya perbaiki dan perketat. Termasuk egg tray, dan mobilisasi keluar masuk kandang, tak terkecuali kendaraan dan para pegawai,” cerita Yesi penuh dengan semangat.

Menurutnya, biosekuriti merupakan sebuah hal yang sangat penting dalam manajemen pemeliharaan ayam petelur. Hal ini menjadi sebuah faktor krusial yang memengaruhi performa produksi telur. Terbukti setelah Yesi menerapkan biosekuriti yang ketat, berbagai masalah yang dialami sebelumnya bisa ditekan dan produksi telur pun bisa lebih baik. Berkat rasa ingin belajar untuk memperbaiki manajemen biosekuriti di peternakannya, Yesi pernah menjuarai sebuah lomba tentang  biosekuriti. “Ya waktu itu tahun 2019, saya diberikan kesempatan untuk mewakili Kabupaten Blitar mengikuti lomba penerapan biosekuriti 3 zona di peternakan, tingkat Provinsi Jawa Timur. Dan Alhamdulillah saya menang,” ucapnya bangga.

Jalan perjuangan

Dalam menjalani usaha ayam petelur, Yesi menjelaskan bahwa perputaran uang yang terjadi cukup cepat. Dan karena telur termasuk salah satu dari sembako, jadi hampir tidak ada istilah tidak laku. Namun demikian ketika ada gempuran atau ada sesuatu yang menyebabkan harga jatuh menjadi duka atau tantangan sendiri bagi para peternak. Apalagi kalau ditambah harga pakan yang naik, kondisi peternak pun akan semakin berat. Namun dirinya mengakui bahwa setiap usaha pasti ada resikonya, termasuk kerugian. Seperti halnya ketika pandemi beberapa waktu yang lalu, seakan setiap hari peternak merasakan kerugian yang tidak bisa dihindarkan.

“Dinamika dalam dunia perunggasan ini sangatlah kompleks. Dimana banyak sekali pemain dan kepentingan yang turut serta masuk di dalamnya. Untuk itu, peran wasit dalam artian pemerintah yang tegak berdiri menjunjung keadilan di atas aturan main sangat diperlukan. Sehingga bukan hukum rimba yang terjadi di dunia perunggasan, dimana yang kuat akan menang dan yang lemah tidak mampu bertahan,”ujarnya

Kendati tantangan terus berdatangan, Yesi mengaku tidak akan menyerah dengan keadaan. Dirinya akan terus berjuang dan berbuat baik. Hal ini sesuai dengan moto hidupnya yang tertuang dalam Al-qur’an, ‘In aḥsantum aḥsantum li`anfusikum, wa in asa`tum fa lahā’ yang berarti jika berbuat baik, (berarti) kamu telah berbuat baik untuk dirimu sendiri. Jika kamu berbuat jahat, (kerugian dari kejahatan) itu kembali kepada dirimu sendiri. “Maka tatkala saya berbuat baik, tapi orang tidak merespon positif pada apa yang saya lakukan maka saya tidak menjadi kecewa. Karena menurut Al-qur’an perbuatan baik itu hanya untuk dirimu sendiri. Dan menjadi urusan kita dengan Tuhan kita,” ungkapnya.

Hal ini tercermin dari kiprah Yesi yang turut serta mengawal dinamika perunggasan nasional, terkhusus ayam petelur. Ia bercerita bahwa jalan perjuangannya dimulai dari penunjukan dirinya sebagai salah satu koordinator lapangan (korlap) di Paguyuban Peternak Rakyat Nasional (PPRN). Kala itu, dirinya ditugaskan untuk mengkoordinatori 8 Kecamatan di Blitar bagian timur, yaitu Talun, Gandusari, Kanigoro,  Doko, Wates, Sutojayan,  Kanigoro dan Garum.

“Ketika itu saya satu-satunya korlap perempuan. Saya menyerap aspirasi dari para peternak ayam petelur di kecamatan itu. Dan bersama PPRN saya diberikan kesempatan yang sangat luas untuk menyampaikan permasalahan sebenar-benarnya yang terjadi di tataran peternak kecil kepada pemangku kebijakan baik di tingkat kota/kabupaten, provinsi hingga nasional. Dan satu lagi, ketika ada keharusan untuk turun aksi ke jalan, saya juga selalu ditugaskan untuk mengkoordinir para peternak perempuan,” tambahnya.

Tak heran apabila ketika ada kunjungan pemerintah ke peternak Blitar, dirinya seringkali menjadi perwakilan aspirasi dari peternak perempuan dan peternak kecil mikro. Tak hanya itu, dalam menjalankan tugasnya di PPRN, Yesi menceritakan pengalamannya bahwa pernah suatu ketika daerah yang ia pegang mendapatkan bantuan jagung dari pemerintah yang harus segera didistribusikan.

“Pernah saat maghrib, datang beberapa truk bantuan jagung dari pemerintah. Dan saya ditugaskan ketua PPRN untuk malam itu juga menyelesaikan pendistribusian ke para peternak. Karena daerah yang saya pegang sangat luas bahkan ada yang sampai pelosok, saya berpikir tidak akan bisa diselesaikan malam itu. Namun, karena keseriusan dan kekuatan doa saya nekat tetap melakukannya, dan Alhamdulillah bisa selesai malam itu juga. Hal ini menunjukkan bahwa, walaupun perempuan kita bisa tetap berkiprah dan memperjuangkan kondisi peternakan ini,”  ucap Yesi.

Dengan berbagai dinamika yang telah dilalui di PPRN, Yesi berpikir bahwa sebenarnya perempuan bisa lebih memberikan kontribusi pada dunia peternakan. Oleh karena itu dirinya berinisiatif mengumpulkan para perempuan peternak di daerah Blitar untuk membentuk sebuah wadah kolektif legal perjuangan melalui sebuah koperasi yang diberi nama ‘Koperasi Srikandi Blitar Sejahtera”. Koperasi ini merupakan koperasi khusus peternak ayam petelur wanita skala kecil mikro, untuk meningkatkan kesejahteraannya, dengan meningkatkan daya guna dan daya saing melalui suatu wadah usaha koperasi.

“Menurut saya 80-85 % perputaran ekonomi di daerah digerakkan oleh kaum wanita atau ibu-ibu, salah satunya di peternakan, sehingga dibutuhkan suatu lembaga legal untuk mewadahi para wanita peternak ini supaya semakin berdaya guna dan berdaya saing. Secara umur koperasi ini terbilang masih sangat muda, sehingga perlu banyak belajar. Namun melalui jalan perjuangan koperasi ini, saya berharap semoga para peternak kecil seperti kami tetap bisa eksis dalam dunia perunggasan. Karena kami ingin hidup di negeri ini dengan keringat sendiri,” pungkas wanita yang juga menjabat sebagai Ketua Koperasi Srikandi Blitar Sejahtera ini.

Sumber: poultryindonesia.com