Apabila budi daya broiler diibaratkan seperti lari sprint, maka budi daya layer merupakan lari maraton. Usaha broiler mempunyai siklus produksi yang pendek hanya sekitar 35 hari, sedangkan pemeliharaan layer mempunyai siklus produksi yang panjang hingga bisa lebih dari 100 minggu. Hal ini membuat keberlanjutan produksi menjadi hal yang sangat penting pada usaha layer, terlebih apabila telah memiliki pelanggan atau pasar yang tetap. Untuk itu, diperlukan berbagai langkah manajemen yang seimbang agar produksi yang optimal dapat tercapai dengan waktu yang berkesinambungan. Dalam hal ini program afkir dan replacement (peremajaan) haruslah menjadi perhatian.

Selain efisien, budi daya layer juga dituntut untuk berkelanjutan. Oleh karena itu, perlu adanya penyeimbangan yang tepat pada program afkir dan peremajaan. 

Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), afkir merupakan kondisi tidak produktif lagi dan dipisahkan dari kelompoknya untuk kemudian dijual atau dipotong. Secara sederhana afkir merupakan program memisahkan ternak yang sudah tidak produktif pada masa produksi tertentu. Apabila mengacu pada beberapa guide book perusahaan pembibitan, layer bisa dikatakan sudah tidak produktif ketika produksi sudah di bawah 70% atau berada di kisaran umur 100 minggu. Namun, dalam praktiknya di lapangan, penentuan umur afkir ini tidaklah saklek. Biasanya peternak juga melihat kondisi pasar atau harga afkiran di lapangan ketika hendak melaksanakan program afkir. Terlebih ketika produksinya masih bagus dan masih ada margin produksi, maka peternak akan menunda afkir.

Hal ini bisa dijalankan dengan catatan biaya yang dikeluarkan masih sesuai hitungan. Dalam artian, dengan kalkulasi sekian hari menunggu harga afkir bagus dan dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan, masih memberikan keuntungan bagi peternak. Jangan sampai hanya karena mengejar momen harga afkir bagus, namun ternyata tidak bisa mengkompensasi biaya yang dikeluarkan, hasil akhirnya justru akan rugi. Selain itu, penulis menekankan bahwa toleransi penundaan afkir ini bisa dilakukan selama 6-8 minggu, karena untuk mengejar program peremajaan selanjutnya.

Kemudian, selain berdasarkan faktor produksi, berat telur dan kondisi kerabang juga dapat menjadi acuan peternak untuk  melakukan program afkir. Ketika ayam semakin tua, maka membuat ukuran telur yang diproduksi semakin besar, kondisi kerabang semakin tipis, dan abnormalitas telur semakin banyak. Ukuran telur yang besar membuat daya terima pasar rendah atau tidak terlalu diminati oleh masyarakat. Paling tidak dalam 1 kg telur berisi 16-17 butir , kalau kasusnya dalam 1 kg sudah di bawah 15 butir maka peternak akan susah menjualnya dan perlu dioplos. Begitu pun dengan telur yang mempunyai kerabang tipis serta abnormal. Maka dari itu, walaupun secara produksi masih bagus, namun gejala tersebut telah terjadi, maka disarankan peternak segera melakukan afkir.

Selain itu dalam program afkir, peternak juga harus memperhatikan biaya atau cash flow dalam produksi usahanya. Misalnya ketika ayam masih umur 80 minggu dengan produksi yang bagus, namun  harga telur anjlok dan membuat harga jual di bawah HPP, maka mau tidak mau peternak harus melakukan afkir. Hal ini untuk mengurangi biaya pakan dan biaya pemeliharaan dalam jangka waktu yang lebih panjang, dengan harapan bisa menyelamatkan peternak dari kerugian. Fenomena ini terjadi pada tahun 2021, dimana ketika itu harga telur anjlok dan harga pakan naik, sehingga membuat banyak peternak melakukan afkir dini atau mengafkir ayam yang seharusnya belum waktunya diafkir.

Dalam teknis mengafkir ayam, penulis menekankan pada praktik biosekuriti yang ketat. Seminimalnya, petugas dan armada yang akan mengambil ayam ini dicuci terlebih dahulu di luar area kandang. Kemudian saat masuk kandang juga haus melewati program biosekuriti kandang, minimal disinfeksi. Pasalnya armada dan petugas ini bisa menjadi vektor pembawa penyakit dari luar. Terlebih mayoritas atau hampir semua pemeliharaan layer di Indonesia menerapkan sistem kandang multi age. Yang mana tentu kekebalan tubuh antar umur ayam tidak sama, sehingga akan beresiko besar apabila program biosekuitinya tidak ketat. Teknis ini menjadi hal penting yang sering kali terlewatkan.

Program peremajaan untuk keberlanjutan produksi

Apabila setelah program afkir membuat populasi ayam berkurang, maka diperlukan program peremajaan yang tepat agar produksi telur dapat tetap terjaga. Peremajaan dalam pemeliharaan layer merupakan sebuah program dimana peternak mengatur kapan ayam mulai masuk ke kandang dan memulai proses pemeliharaan. Tujuan dari program peremajaan adalah menjaga stabilitas produksi telur. Yang mana ketika ada ayam yang diafkir, maka harus ada ayam yang masuk dan siap produksi, sehingga produksi telur dalam peternakan tersebut bisa terjaga. Untuk awal pemeliharaan pada layer, dibagi menjadi 2 cara yaitu mulai dari DOC dan memulai pemeliharan dari pullet. Sama seperti broiler, pemeliharaan DOC dimulai dari ayam berumur satu hari. Sedangkan pemeliharaan layer dari pullet dapat dimulai dari umur 12-16 minggu. Biasanya peternak membeli pullet saat umur 13 minggu, karena fase ayam mulai bertelur saat umur 12-18 minggu.

Terlepas memulai dengan DOC ataupun pullet, penulis menyarankan untuk senantiasa teliti dan berhati-hati dalam penentuannya. Pasalnya kedua cara ini mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-masing. Memulai pemeliharaan dengan DOC jelas mempunyai beban cash flow yang lebih berat. Karena saat pra produksi (1-18 minggu) ayam belum bisa bertelur sehingga tidak ada income yang masuk. Sedangkan mulai pemeliharaan dari pullet perputarannya akan lebih cepat. Gambarannya memasukkan pullet di umur 13 minggu, menunggu 5 minggu atau di umur 18 minggu ayam sudah mulai berproduksi dan mulai ada income. Akan tetapi, pemeliharaan layer dari pullet membutuhkan kejelian dan ketelitian dalam pemilihan. Pasalnya tak para produsen pullet yang menjual pullet sortiran, karena yang bagus untuk menyuplai kandang internal. Untuk itu, peternak harus sangat memperhatikan recording pullet, serta diupayakan bisa mengecek secara langsung proses pemeliharaan pullet di produsennya.

Disisi lain, tak bisa dipungkiri bahwa memulai pemeliharaan dari DOC mempunyai keunggulan dari sisi recording yang berhubungan dengan kualitas ayam serta dari segi biaya lebih murah. Rata-rata peternak yang mempunyai populasi di atas 10.000 lebih memilih memulai pemeliharaan dari DOC dari pada pullet. Adapun membeli pullet biasanya hanya untuk memenuhi kekurangan populasi yang ada.

Kembali terkait program peremajaan, misalnya peternak memelihara layer dengan populasi 10.000, maka minimal harus dibagi menjadi 2 umur. Apabila hanya dibuat 1 umur, maka  akan ada hari off produksi pasca ayam diafkir. Sedangkan bagi peternak ada kewajiban untuk mensuplai pelanggan tetap. Pun apabila dalam kasus tersebut dikejar dengan pullet, juga tidak bisa langsung berproduksi dengan baik. Oleh karena itu, minimal peternak harus membaginya menjadi 2 umur. Dan semakin banyak umur, maka akan semakin bagus dan semakin stabil produksinya.

Bagaimanapun program afkir dan peremajaan ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan tepat. Ketika melakukan afkir, setidaknya sudah ada ayam yang siap berproduksi, sehingga ketika ada grafik produksi yang turun disisi lain ada grafik produksi yang naik. Jadi ketersediaan telur bisa stabil. Akan tetapi, penulis melihat bahwa masih banyak peternak yang belum menjalankan program afkir dan peremajaan secara serius dan dibiarkan mengalir begitu saja. Mereka lebih menentukan  peremajaan atau afkir dari harga pasar. Waktu telur harga naik atau sapronak sedang rendah mereka isi, sedangkan ketika turun mereka menahan. Begitupun pada afkir. *Supervisor Produksi Layer PT Widodo Makmur Unggas Tbk

Contoh perhitungan program peremajaan

Diketahui : 

Periode produksi = 100 minggu

Pra produksi = 18 minggu

Fase produksi = 100 – 18 = 82 minggu

Contoh peremajaan dengan 2 umur

  • 82 minggu : 2 = 41 minggu
  • Setiap 41 minggu harus ada ayam yang mulai bertelur
  • Jadi ketika umur pertama bertelur di 18 minggu, umur kedua harus sudah bertelur di 41 minggu + 18 minggu = 59 minggu.
  • Peremajaan dengan DOC = 59  minggu – 18 minggu = 41 minggu (harus sudah chick in)
  • Peremajaan dengan pullet = 59 minggu – 6 minggu (beli pullet umur 13 minggu) = 53 minggu (harus sudah pullet in)

Contoh peremajaan dengan 3 umur

  • 82 Minggu/ 3 Umur = 27 Minggu
  • Setiap 27 Minggu harus sudah ada yang mulai bertelur
  • Jadi ketika umur pertama bertelur di 18 minggu, umur kedua harus sudah bertelur di 27 minggu + 18 minggu = 45 minggu
  • Kemudian umur ketiga harus mulai bertelur di 45 minggu + 27 minggu = 72 minggu

Sumber: poultryindonesia.com