Alatternakayam – Produk imbuhan pakan yang menjadi pengganti AGP bekerja secara spesifik terhadap suatu permasalahan tertentu. Oleh demikian, penggunaan produk pengganti AGP harus didasari dengan permasalahan yang ada di lapangan, sehingga dapat mengetahui preparat seperti apa yang kita butuhkan.

Tanpa mengurangi manfaat dari imbuhan pakan,  para pelaku usaha termasuk peternak harus melakukan siasat untuk memaksimalkan efektivitas imbuhan pakan.

Di pasaran, banyak sekali produk pengganti AGP, tetapi tentu tidak semuanya dapat dipakai. Karena jika memakai semua produk akan membengkakkan biaya produksi peternak, sehingga penggunaannya akan tidak efektif.

Memilih imbuhan pakan sesuai dengan kebutuhan

Dewasa ini, semakin beragamnya produk imbuhan pakan khususnya pengganti AGP mendorong para feedmill dan peternak untuk pintar-pintar memilih produk yang tepat. Dalam pemilihan ini, tentu para peternak harus mengetahui permasalahan yang ada di lapangan. Menerapkan recording yang baik sangat dibutuhkan peternak untuk mendokumentasikan aktivitas dan kondisi ayam setiap hari, yang nantinya menghasilkan sebuah data performa ayam. Penerapan ini nantinya dapat memudahkan peternak untuk menganalisa suatu permasalahan yang ada.

Hal tersebut disampaikan oleh Muhsin Al Anas selaku Dosen Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada. Mengutip dari rubrik Tata Laksana majalah Poultry Indonesia edisi April 2023, Muhsin mengatakan bahwa terdapat dua pertimbangan yang harus dipersiapkan oleh peternak. Kedua hal ini menjadi acuan peternak agar pemberian imbuhan pakan tidak terkesan sia-sia dan justru memperbesar biaya produksi. Hal pertama yang harus dipertimbangkan adalah pemberian imbuhan pakan harus mengacu permasalahan aktual di lapangan. Dengan begitu, pemberian imbuhan pakan harus didasari oleh data recording yang jelas.

“Setiap imbuhan pakan memiliki perannya masing-masing, tergantung dari masalah yang ingin diselesaikan. Contoh pada kandang open house yang memiliki potensi heat stress sangat tinggi, maka dalam pemeliharaannya membutuhkan imbuhan pakan yang bersifat menangkal radikal bebas seperti antioksidan, fitogenik atau herbal dapat diberikan pada peternakan tersebut. Kemudian contoh kasus lainnya, suatu pakan memiliki bahan pakan yang sulit untuk dicerna, sehingga perlu menambahkan imbuhan pakan berupa enzim untuk membantu meningkatkan kecernaan pakan,” terangnya saat berbincang dengan Poultry Indonesia secara daring melalui Zoom, Senin (27/3).

Sependapat dengan Muhsin, Mega Pratiwi Saragi selaku Nutritionist PT BEC Feed Solutions Indonesia, mengatakan bahwa untuk mencari produk yang dapat menyamai AGP harus menggunakan beberapa kombinasi. Apapun kombinasinya, peternak tetap harus memperhatikan efektivitasnya. Dengan begitu, pemilihan kombinasi imbuhan pakan tersebut harus disusun dengan program, bukan perkara suatu produk digantikan dengan produk yang lainnya.

“Pemilihan imbuhan pakan oleh peternak harus dikondisikan sesuai di lapangan. Dari segi kontrol bakteri patogen, misal bakteri negatif dan positif, maka pilihlah produk yang bisa bekerja secara luas untuk mengontrol secara langsung. Saya melihat bahwa bahan baku asam organik mampu melakukan itu,” ucapnya saat diskusi bersama Poultry Indonesia melalui Zoom, Jumat (12/5).

Kemudian, pemberian imbuhan pakan juga bisa didasari oleh hasil produk yang diinginkan. Sebagai contoh, penambahan imbuhan pakan seperti zat pewarna mampu meningkatkan warna kuning telur pada ayam. Selain itu, beberapa penelitian menyebutkan penggunaan probiotik dalam pakan unggas mampu menurunkan kadar kolesterol dalam daging. Dengan begitu, peternak dapat meningkatkan nilai tambah dan harga jual produk.

Sementara itu, Yulia Fransiska sebagai Technical Education & Consultation, Nutrition & Poultry Management Assistant Manager Medion mengatakan, sudah banyak peternak yang peduli dan  menggunakan alternatif pengganti AGP, namun manfaatnya masih belum dirasakan sepenuhnya oleh beberapa peternak. Yulia menyarankan, peternak harus mengidentifikasi terlebih dahulu kebutuhan di lapangan berdasarkan permasalahan yang ada di kandang. Selain itu, penggunaan dosis dan pencampurannya pada pakan harus diperhatikan karena penggunaannya yang sedikit akan kurang optimal jika tidak homogen. Dalam identifikasi permasalahan ini, peternak juga dapat berkonsultasi dengan tim teknis perusahaan yang bergerak di bidangnya. Dengan demikian, jenis dan produk imbuhan pakan akan disesuaikan dan diberikan secara tepat sasaran. Selain itu, di zaman yang serba digital ini, peternak juga dapat mencari informasi produk dan berkonsultasi secara online.

“Produk alternatif pengganti AGP sangat beragam dan fungsinya spesifik, ada yang berfungsi untuk meningkatkan kecernaan pakan, kesehatan ternak, dan sebagainya, sehingga di lapangan masih banyak peternak yang belum bisa memilih imbuhan pakan yang harus digunakan. Maka dari itu, kami sebagai teknisi di lapangan harus aktif dalam mengedukasi terkait penggunaan imbuhan pakan, mulai dari manfaatnya, bagaimana penggunaannya, dan bagaimana teknik pencampuran di dalam pakan. Informasi tersebut juga dapat diakses melalui internet di website dan media sosial,” ujar Yulia kepada Poultry Indonesia melalui Zoom, Jumat (26/5).

Setelah berhasil mengidentifikasi permasalahan di lapangan, tim teknis produk imbuhan pakan terkait harus mengedukasikan tata cara pemakaiannya kepada peternak. Hal ini membutuhkan suatu penjelasan yang detail, sehingga mudah dipahami oleh peternak. Jika peternak dapat memahami dengan baik informasi tersebut, maka akan sangat jelas sekali dampak penggunaan imbuhan pakan yang dirasakan di lapangan.

Sementara itu, Roro Jessieca Ginting selaku Program Manager PT Trouw Nutrition Indonesia juga ikut berbicara. Menurutnya, memang tidak pernah ada transisi yang berjalan dengan mulus. Dalam transisi tersebut, pasti akan ada masa adaptasi terlebih dahulu. Hal tersebut menjadi PR bagi dirinya untuk terus aktif mensosialisasikan produk imbuhan pakan yang dibutuhkan oleh peternak. Untuk mendukung kegiatan tersebut, ia dan timnya terus aktif melakukan pendekatan secara holistik baik kepada peternak maupun perusahaan feedmill.

“Kami selaku tim teknisi akan mendekatkan diri secara holistik atau menyeluruh. Setelah kami mendapatkan informasi terkait permasalahan di lapangan, kami akan memberikan asistensi, misalnya ketika segmentasinya kepada feedmill, maka kami akan memberikan assist formulation. Asistensi tersebut merupakan pemberian informasi terhadap penggunaan imbuhan pakan yang terbaik dengan panduan memakai kombinasi apa dengan tetap mempertimbangkan efisiensi biaya,” ujar Roro saat ditemui Poultry Indonesia di Jakarta Selatan, Kamis (25/5).

Kolaborasi aktif antar pemangku kepentingan

Dalam menekan harga jual imbuhan pakan di pasaran, Prof. Arnold Parlindungan Sinurat yang juga selaku peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengatakan bahwa kuncinya lembaga peneliti harus berkolaborasi dengan pihak industri. Baik dari lembaga peneliti pemerintah seperti BRIN atau lembaga peneliti pendidikan tinggi seperti Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) sudah menghasilkan banyak riset yang membahas mengenai imbuhan pakan sebagai pengganti AGP. Namun, hasil riset tersebut masih memiliki biaya produksi yang tinggi. Lantaran minimnya industri yang melakukan komersialisasi terhadap hasil riset imbuhan pakan lokal.

“Peneliti atau lembaganya harus berani menunjukkan diri atau mengemukakan hasil risetnya. Terus terang, peneliti memang tidak dididik sebagai wirausahawan. Menurut saya, peneliti  terlalu konservatif, kita terlalu terfokus kepada hasil yang dikerjakan. Jika saya melihat kepada produk-produk imbuhan pakan luar negeri, sebenarnya produk mereka juga tidak lebih bagus dari produk lokal kita, tetapi mereka berani. Para peneliti atau institusinya harus memberanikan diri, jangan lagi hanya terbatas pada seminar-seminar akademis,” ujarnya saat diwawancarai Poultry Indonesia melalui aplikasi Zoom, Jumat (12/5).

Hal senada diutarakan oleh Prof. Ir. Retno Murwani, PhD. MSc. MAppSc. Sebagai dosen  yang juga aktif meneliti terkait imbuhan pakan, dirinya menjelaskan bahwa banyak hasil riset yang tidak berjalan dengan sempurna, sehingga tidak menemukan hasil yang utuh. Penyebabnya adalah terhambatnya dana yang berkelanjutan agar suatu riset tersebut berjalan dengan tuntas dan sampai bisa dikomersialkan. Dalam menangani ini, maka para peneliti harus merancangkan sebuah pedoman secara matang terkait riset yang akan dilakukan. Setelah itu, lembaga peneliti harus berani untuk memasarkan hasil-hasil penelitiannya kepada industri untuk kemudian dapat dikomersilkan.

“Industri melihat pasar dan harus memanfaatkan sumber daya manusia di perguruan tinggi untuk melakukan penelitian. Pengembangan penelitian itu tantangannya banyak, tetapi kuncinya harus bersinergi kolaborasi dan koordinasi antar pemangku kepentingan. Memang perlu standarisasi metodologi evaluasi yang disepakati. Penerimaan industri untuk menerima produk dari hasil penelitian tergantung dari lembaga peneliti yang melakukan review, jika industri tidak mengerti maka tidak akan didanai. Hal ini perlu skema panjang, dimana kolaborasi industri dan perguruan tinggi harus lebih digalakkan,” jelasnya kepada Jurnalis Poultry Indonesia ketika berbincang daring via Zoom, Sabtu (6/5).

Sementara itu, sebagai Ketua Umum Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT), Desianto Budi Utomo mewakili industri pakan, ia berharap adanya penyediaan imbuhan pakan secara lokal, sehingga feedmill tidak tergantung pada imbuhan pakan impor. Karena dengan menggunakan bahan lokal, maka akan meningkatkan daya beli masyarakat. Sedangkan kalau impor, tidak hanya ketersediaannya, tetapi juga dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah terhadap US dollar. Namun, yang harus diperhatikan jika produk lokal adalah tentang kualitas atau mutu imbuhan pakan. Kedua, kelangsungan atau kontinuitas penyediaannya. Kemudian yang ketiga adalah competitive price, harganya harus bisa bersaing dengan imbuhan pakan impor.

“Anggota GPMT selalu berupaya dan berkoordinasi agar produsen imbuhan pakan lokal terus meningkatkan kualitas, kontinuitas, dan harga yang lebih bersaing dengan produk imbuhan pakan impor. Artinya, kita memberikan kesempatan pada produsen imbuhan pakan lokal untuk menjawab kebutuhan dari industri pakan. Dengan melakukan sosialisasi, kita tidak mengutamakan imbuhan pakan impor jika ketersediaan lokal sudah tersedia. Dengan begitu, harga akan lebih murah karena tidak harus ada shipping cost dan dipengaruhi oleh konversi US dollar terhadap rupiah,” terang Desianto kepada Poultry Indonesia melalui panggilan WhatsApp, Selasa (30/5).

Barengi praktik pemeliharaan yang baik 

Pada intinya, semua peternak pasti menginginkan hasil produksi yang optimal dengan biaya produksi yang seminimal mungkin. Selain melakukan recording yang benar, salah satu langkah yang dapat dilakukan oleh peternak adalah menerapkan Good Farming Practices (GFP). Konsep yang mungkin terdengar sederhana, namun dampak positifnya sangat terasa adalah penerapan biosekuriti. Tujuannya untuk meminimalisir datangnya penyakit infeksi bakteri, sehingga peternak dapat lebih mudah untuk mengidentifikasi imbuhan pakan yang dibutuhkan.

Selaku peternak broiler dibawah naungan Berkah Putra Chicken, Rahmad Susilowarno, mengatakan biosekuriti menjadi faktor penentu keberhasilan budi daya broiler. Produksi yang dihasilkan sangat jauh berbeda kala ia masih menerapkan open house. Bahkan, dirinya mengaku saat ini tidak menggunakan imbuhan pakan. “Semua pakan yang berasal dari feedmill sudah menggaransi kepada kita bahwa pakannya sudah mengandung imbuhan pakan, sehingga kami tidak perlu menambahkan imbuhan pakan lagi. Kita juga sudah beralih ke kandang closed house dengan menerapkan biosekuriti, sehingga dapat meminimalisir datangnya penyakit,” tegas Rahmad saat berbincang melalui sambungan telepon WhatsApp, Jumat (26/5).

Jika kesehatan ternak sudah terjamin dari praktik biosekuriti, maka peternak dapat mengeliminasi opsi imbuhan pakan yang bersifat sebagai peningkat kesehatan. Dengan begitu, peternak dapat mengoptimalkan produktivitas ternak dari penggunaan imbuhan pakan yang bersifat meningkatkan kecernaan seperti enzim. Menurut drh. Budi Purwanto selaku Technical & Education Consultation Senior Manager Medion, manajemen pemilihan bahan baku pakan menjadi faktor penting bagi peternak yang melakukan self-mixing. Sebab, kandungan yang terdapat setiap bahan baku pakan akan menentukan peternak dalam memilih jenis enzim yang dibutuhkan.

“Berbicara manajemen pemeliharaan, yang paling utama adalah penerapan biosekuriti. Kemudian, karena Indonesia negara tropis, maka manajemen selanjutnya adalah ventilasi kandang yang harus dijaga, sehingga ammonia tidak tinggi. Manajemen berikutnya adalah pakan, mulai dari pemilihan bahan baku pakan yang baik, bila perlu setiap kita dapat bahan baku pakan dicek terlebih dahulu ke laboratorium untuk dilakukan analisa proksimat dan aflatoksin. Kemudian, teknik pemberian pakan dan pencampuran itu juga penting diperhatikan,” ujarnya saat berbincang bersama Poultry Indonesia melalui Zoom, Jumat (26/5).

Lanjut Budi, penggunaan imbuhan pakan dan feed supplement hukumnya adalah wajib bagi peternak yang melakukan self-mixing, maka peternak bisa menambahkan premiks. Sedangkan untuk peternak yang menggunakan pakan jadi pabrikan tidak menutup kemungkinan harus menambahkan imbuhan pakan. Karena jika  penyimpanan pakannya kurang memenuhi persyaratan, maka pakan tersebut bisa dipenuhi dengan pertumbuhan jamur, sehingga perlu menambahkan mold inhibitor. Oleh karenanya, manajemen penyimpanan pakan juga harus diperhatikan dengan baik oleh peternak.

Sumber: poultryindonesia.com