Alatternakayam – Virus avian influenza (AI) clade 2.3.4.4b menjadi pusat perhatian seluruh dunia karena menyebarannya yang masif, kini telah membobol perbatasan Indonesia.

Kepala Balai Besar Veteriner Wates – Hendra Wibawa menyatakan kehadiran VAI clade 2.3.4.4b yang termasuk dalam kategori highly pathogenic avian influenza (HPAI) virus terkonfirmasi pada November 2022. Atas laporan surveilance dari perusahaan obat hewan pada  Influenza Virus Monitoring (IVM) Network.

“Sampai saat ini (Maret/April 2023), data dari jejaring IVM menunjukkan bahwa HPAI H5N1 clade 2.3.4.4b baru terdeteksi pada itik di Kalimantan Selatan,” ungkap Hendra pada seminar online Mimbar TROBOS Livestock 34 “Waspada Avian Influenza (AI) Kembali Mengancam” yang digelar TROBOS Communication (TComm) pada Senin (17/4) secara daring melalui aplikasi Zoom dan kanal youtube AgristreamTV.

Pemerintah pun, disebutkan Hendra, merespons dengan menerbitkan surat edaran Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan pada 16 Januari 2023  tentang Peningkatan Kewaspadaan terhadap HPAI H5N1 Clade 2.3.4.4b.

Dijelaskan Hendra, VAI H5N1 clade 2.3.4.4 awalnya ditemukan di China sejak 2007/2008 dalam bentuk subtipe H5N1. Persilangan genetik dengan AIV lain melahirkan subtipe baru dari clade 2.3.4.4 yaitu HPAI H5N2, H5N6, H5N8. “Jadi clade ini memiliki variasi subtipe H5Nx. Tidak mesti H5N1,” dia menegaskan.

Poultry Business Unit Manager Ceva Animal Health Indonesia – Ayatullah M Natsir menyatakan VAI clade 2.3.4.4b merepotkan banyak negara Eropa karena menimbulkan kerugian ekonomi. Pakar dunia bahkan membaca masifnya penyebaran virus ini rentan mengusik global food security. “Amerika Serikat mengalami kenaikan harga telur yang sangat tajam karena produksi telurnya turun oleh outbreak clade 2.3.4.4b,” ungkap dia.

Vaksin Homolog

Wayan Wibawan menjelaskan kalau antibodi yang ditimbulkan oleh vaksin tidak terlalu matching dengan virus lapang baru. Terlebih ditambah dengan titer antibodi yang tanggung karena vaksinasi yg kurang tepat atau karena ayam tidak bugar saat divaksin, maka akan timbul kemampuan escape agen dari hadangan antibodi.

Menurutnya ini merupakan peluang bagi agen untuk melakukan mutasi, melalui reassortment bertukar genom membentuk sub-sub clade baru. Meskipun secara alamiah itu memang terjadi. Namun, yang terjadi adalah virus berupaya untuk mengecoh sistem imun.

“Dengan teknologi deteksi dan surveilans, semua semoga bisa di atasi. Semakin tidak homolog semakin besar kemungkinan shedding. Semakin homolog semakin kecil kemungkinan shedding,” dia menerangkan.

Walaupun demikian, menurut dia hal itu juga ditentukan oleh level titer antibodi dan paparan virus lapangan.  Vaksin AI homolog itu sekurang-kurangnya secara teoretis  menghasilkan titer antibodi 24. Namun di lapangan biasanya pangkat dinaikkan 2 digit, atau titer setidaknya dipertahankan pada 26 ke atas dengan antigen vaksin  homolog dengan challenge lapangan.

Uji Homologi

Biological Product Technical Support PT Medion Farma Jaya – Melinda Puspita Sari menjelaskan, analisis genetik dari isolat H5N1 clade 2.3.4.4b berdasarkan asam amino HA dan NA menunjukkan perbedaan cabang dengan isolat H5N1 clade 2.3.2.1c. Persentase homologi membentuk nilai yang rendah / kurang dari standar homologi baik antara isolat H5N1 clade 2.3.2.1c dan clade 2.3.4.4b (standar homologi lebih dari 95%).

Diuraikannya, nalisis kartografi menunjukkan antigenik H5N1 clade 2.3.2.1c ini berbeda secara signifikan terhadap clade 2.3.4.4b dengan jarak antigenik lebih dari 2 unit (standar jarak antigenik kurang dari 2 unit. Dari hasil analisis tersebut, menunjukkan jarak genetik yang berbeda antara H5N1 clade 2.3.2.1c dan clade 2.3.4.4b.

Melinda menerangkan, vaksin H5N1 clade 2.3.2.1c memberikan proteksi yang rendah / dibawah standar.  Sedangkan vaksin H5N1 clade 2.3.4.4b memberikan proteksi yang lebih baik / diatas standar (standar PD.50 > 50). Sehingga dia pun menyimpulkan hanya vaksin H5N1 clade 2.3.4.4b yang mampu memberikan perlindungan optimal terhadap tantangan H5N1 clade 2.3.4.4b.

Vaksin Vektor

Eropa, sebelumnya memilih metode stamping out untuk menghadapi AI. Namun, setelah menurut dia,  setelah outbreak clade 2.3.4.4b ini negara Eropa seperti Perancis mulai mendorong vaksinasi kepada industri perunggasannya. Salah satunya dengan menggunakan vaksin vektor HVT H5. Secara temporary vaksin itu sudah diotorisasi oleh negara mereka.

Keunggulan dari vaksin HVT H5 ini menurut Ayatullah adalah mampu mengurangi shedding dari virus tantang / lapangan. Tak hanya pada virus homolog tapi juga kepada yang heterolog. “Lain dengan vaksin AI killed yang harus homolog. Karena vaksin vektor HVT H5 ini selain menggertak humoral antibody juga menginduksi cell mediated immunity. Juga MDA (maternal derived antibody) compatible. Sehingga jika vaksinasi diberikan pada DOC umur 1 hari pun tak akan dipengaruhi oleh MDA yang masih sangat tinggi,” urai dia.

I Wayan T Wibawan menyatakan apresiasinya, karena tidak ada lagi “alergi” terhadap teknik-teknik rekayasa genetika untuk produksi vaksin AI.

Mengapa Re-emerging ?

Prof I Wayan Teguh Wibawan – Guru Besar Mikrobiologi dan Imunologi Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis IPB University pada acara yang sama memaparkan, potensi agen penyakit termasuk VAI yang bersifat subklinik potensial menjadi penyebab penyakit menjadi re-emerging bahkan berpotensi menyulut pandemi

Hal itu, menurut dia ditentukan antara lain oleh sifat agen yang memiliki antigen permukaan yang sangat variatif, dalam perbedaan serotipe, clade atau subclade. Bisa terjadi karena adanya mutasi, reasortment dan mekanisme lainnya.

Sedangkan penyebab timbulnya manifestasi subklinik suatu penyakit adalah kondisi induk semang, baik itu host definitif atau host antara berkaitan dengan status imunnya terhadap kandidat agen. Induk semang ini bisa digunakan oleh agen untuk meningkatkan patogenitas dan keefektifannya dalam menginfeksi antar spesies (melewati barrier spesies).

“Walaupun kita tidak mengharapkan VAI clade 2.3.4.4b ini akan menjadi pandemi. Sangat tidak kita harapkan. Namun kewaspadan itu jangan sampai lepas,” ujar dia.

Melinda menghimbau agar peternak dan seluruh stakeholer perunggasan mewaspadai  temuan baru Al H5N1 clade 2.3.4.4b ini. “Kami menyarankan dalam pencegahan penyakit Al untuk saat ini, seperti memperketat biosecurity, hindari stres dan penyakit imunosupresan. Program vaksinasi diperketat dan program monitoring titer antibodi idak lupa, memberikan multivitamin atau imunostimulan seperti untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan mengoptimalkan pembentukan titer antibodi hasil vaksinasi,” tutup dia.

Sumber: troboslivestock.com