Alatternakayam – Dalam pemilihan feed additive, Dr. Ir. Muhsin Al Anas, S.Pt., IPP. selaku dosen Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, mengatakan, setidaknya terdapat 2 hal yang harus dipertimbangkan oleh peternak. Pasalnya, pertimbangan ini menjadi acuan para peternak agar pemberian feed additive tidak terkesan sia-sia dan justru membengkakkan biaya produksi.

Hal pertama yang harus dipertimbangkan adalah pemberian feed additive harus mengacu kepada permasalahan yang terjadi di lapangan. Dengan begitu, pemberian feed additive harus didasari oleh data recording yang jelas.

“Setiap feed additive memiliki perannya masing-masing, tergantung dari masalah yang ingin diselesaikan. Contoh pada kandang open house yang memiliki potensi heat stress sangat tinggi, maka dalam pemeliharaannya membutuhkan feed additive yang bersifat antioksidan, maka fitogenik atau herbal dapat diberikan pada peternakan tersebut. Kemudian contoh kasus lainnya, suatu pakan memiliki bahan pakan yang sulit untuk dicerna, sehingga perlu ditambahkan enzim untuk membantu degradasinya,” terangnya.

Kemudian, pemberian feed additive juga dapat didasari oleh hasil produk yang diinginkan. Sebagai contoh, jika peternak menginginkan hasil daging ayam yang rendah kolesterol, maka pemberian probiotik sangat dianjurkan. Pada ayam petelur, dapat menggunakan pigmen warna untuk memberikan kesan kuning pekat pada telur yang dihasilkan. Feed additive yang digunakan adalah xanthophylls, sebuah pigmen yang memberikan warna kuning. Pemberian pigmen warna ini cocok untuk telur yang memiliki kandungan omega, sehingga warna kuning pekat dipercaya dapat meningkatkan daya tarik konsumen.

Pertimbangan selanjutnya adalah terkait kualitas feed additive. Menurut Muhsin, panjangnya rantai produksi feed additive membuat rentan terhadap kerusakan. Hal itu disebabkan oleh rendahnya daya tahan panas feed additive, yang mengalami gangguan ketika proses produksi berlangsung. “Contohnya produk enzim. Jenis feed additive ini mudah rusak jika terpapar panas. Pada proses pembuatan pakan skala industri, ada yang namanya penguapan atau heating pellet yang suhunya 80 derajat celcius, sehingga ini sangat rentan terhadap produk enzim,” ucapnya.

Masih berkaitan dengan kualitas, Muhsin menyarankan, peternak harus memilih feed additive yang memiliki teknologi coating. Tujuannya agar mencegah terjadinya kerusakan sebelum feed additive diterima baik oleh usus. “Masuknya feed additive ke dalam tubuh ayam melalui proses pada saluran pencernaan yang panjang. Di proventrikulus memiliki pH yang sangat asam, beberapa senyawa dapat rusak. Kemudian masuk ke usus, yang terdapat natrium bikarbonat yang memiliki derajat keasaman sangat basa. Kedua saluran pencernaan tersebut sangat rentan merusak feed additive, maka dibutuhkan coating untuk melapisinya,” papar Muhsin.

Efektivitas bentuk feed additive

Dalam pemberiannya, feed additive dalam bentuk cair melalui air minum sangat tidak dianjurkan. Takutnya, air minum sebagai media pemberian feed additive tercemar dengan senyawa yang dapat merusak feed additive, khususnya probiotik. Hal ini disampaikan oleh Prof. Dr. Ir. Osfar Sjofjan, M.Sc., IPU., ASEAN Eng selaku Guru Besar Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Klorin yang tersisa pada air kandang berisiko untuk membunuh bakteri probiotik. Walaupun sudah melakukan flushing, hal ini tidak menjamin air terbebas dari klorin. Belum lagi, banyak cemaran bakteri patogen seperti Salmonella dan E.Coli yang terdapat pada air.

Maka dari itu, pemberian yang efektif adalah melalui pakan. Bentuk feed additive-nya pun menyesuaikan pada fase pemeliharaan ayam. “Bentuk pemberian feed additive itu ada 4 yakni cair, gel, granule, dan bubuk. Berdasarkan hasil penelitian saya, feed additive yang berbentuk bubuk kering menjadi yang paling efektif. Pada fase starter broiler maupun layer, sebaiknya dalam bentuk bubuk. Khusus broiler, bentuk bubuk tetap digunakan hingga fase finisher. Sedangkan pada layer yang sudah di fase bertelur, bisa memberikan dalam bentuk bubuk atau granule,” kata Osfar ketika diwawancarai oleh Poultry Indonesia melalui Zoom, Senin (27/3).

Akan tetapi, jika memang peternak mengandalkan produk feed additive berbentuk cair yang diberikan melalui air minum, Osfar menyarankan untuk memerhatikan jarak waktu flushing klorin dengan pemberian feed additive. “Yang bagusnya, memberikan feed additive melalui air minum jangan dibarengi dengan klorin. Jika kondisi air pada peternakannya buruk sehingga membutuhkan klorin, maka feed additive diberikan 3 hari setelah peternak melakukan flushing klorin,” terang Osfar.