Alatternakayam – Industri perunggasan di Indonesia menjadi sektor utama bagi perekonomian nasional, yang memasok 65% protein hewani dan mempekerjakan 10% tenaga kerja nasional (Ferlito dan Respatiadi, 2019). Kendati demikian, industri perunggasan dihadapkan beberapa tantangan, seperti potensi terjadinya resistensi antimikroba atau Antimicrobial Resistance (AMR).

Pengawasan residu dan cemaran mikroba dalam bahan pangan asal unggas sangat penting untuk melindungi kesehatan dan keamanan masyarakat.

Antimicrobial Resistance merupakan permasalahan global yang berkaitan dengan kesehatan manusia dan hewan. Antimicrobial Resistance terjadi ketika bakteri, virus, jamur, dan parasit tidak lagi merespon obat-obatan. Hal tersebut menyebabkan infeksi lebih sulit diobati, meningkatkan risiko penyebaran penyakit, keparahan penyakit, hingga kematian.

Menurut WHO (2021), kejadian AMR merupakan salah satu dari sepuluh ancaman kesehatan global yang dihadapi manusia. Penggunaan antimikroba pada peternakan dapat mengakselerasi proses resistensi antimikroba. Tak terkecuali di Indonesia, yang masih banyak ditemukan penggunaan antimikroba dengan tujuan pencegahan penyakit, walaupun telah dilarang sejak tahun 2018.

Antibiotik merupakan salah satu jenis antimikroba yang melawan bakteri. Faktor yang menyebabkan berkembangnya resistensi antibiotik yaitu pemberian antibiotik secara terus menerus tanpa mengetahui penyebab infeksi dan pemberian antibiotik secara berlebihan dalam jangka waktu lama. Lebih dari itu, penggunaan antibiotik dapat meninggalkan residu antibiotik dalam jaringan.

Residu antibiotik pada produk asal ternak unggas dapat masuk ke tubuh manusia bagi yang mengonsumsinya dan berakibat pada kejadian AMR. Gejala klinis yang ditimbulkan terkadang belum tampak, akan tetapi menjadi ancaman kesehatan di masa depan. Oleh karenanya, pengawasan residu dan cemaran mikroba dalam bahan pangan asal unggas sangat penting untuk melindungi kesehatan dan keamanan masyarakat.

Menurut Civas (2016), jenis antibiotik yang umum digunakan pada peternakan ayam antara lain adalah enrofloxacinoxytetracyclinetetracyclineerythromycinneomycinbacitracindoxycyclineciprofloxacinamoxicillinlincomycinsulfadiazine, dan trimethoprim. Resistensi antibiotik yang bersifat patogen pada unggas dapat mengakibatkan kegagalan pengobatan yang berakibat pada kerugian ekonomi, menjadi sumber resistensi bakteri (termasuk bakteri zoonosis) yang dapat membahayakan kesehatan manusia.

Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Noor, dkk. (2017), beberapa bakteri yang sudah resisten antara lain adalah Escherichia coli dan Salmonella spp. yang resisten terhadap generasi ke-3 dan ke-4 sefalosporin dan fluorokuinolon. Kemudian, Campylobacter spp. yang resisten terhadap makrolida dan fluorokuinolon, serta Staphylococcus aureus yang resisten terhadap beta-laktam, enterococci resisten terhadap vancomycin.

Selain itu, penggunaan antibiotik dalam industri perunggasan sangat penting untuk memperhatikan waktu henti antibiotik (withdrawal time). Dalam menghadapi tantangan AMR pada industri perunggasan membutuhkan peran penting dari dokter hewan dan berbagai pihak seperti pemerintah, pihak swasta, akademisi, praktisi, dan organisasi profesi yang berbasis one health.

Upaya pencegahan dan pengendalian terjadinya AMR dapat dilakukan dengan meningkatkan kesadaran dan pemahaman peternak mengenai resistensi antimikroba serta dampak yang ditimbulkan. Kegiatan surveillance juga sangat dibutuhkan untuk mengatasi permasalahan AMR.

Pemerintah juga telah mengeluarkan peraturan untuk mengantisipasi penyalahgunaan penggunaan antibiotika yang dapat menimbulkan residu pada daging yang diproduksi, melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 14/PERMENTAN/PK.350/5/2017 tentang Klasifikasi Obat Hewan. Peraturan tersebut menjelaskan bahwa obat hewan dilarang digunakan sebagai antibiotik imbuhan pakan baik berupa produk jadi imbuhan pakan atau bahan baku obat hewan yang dicampurkan dalam pakan.

Berbagai upaya tersebut apabila dapat dilaksanakan dengan baik dan didukung pengetahuan peternak maka akan menghasilkan produk pangan asal unggas yang aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH) serta mampu menghadapi tantangan AMR pada peternakan unggas. *Mahasiswi Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya