Alatternakayam – Dikenal dengan iklim tropisnya, tentu menjadi tantangan tersendiri bagi pelaku industri perunggasan di Indonesia. Terlebih, bagi peternak ayam petelur (layer) dengan masa pemeliharaan cukup lama. Kendati demikian, permasalahan tersebut tak perlu dirisaukan asal mengetahui treatment (perlakuan) yang benar dan tepat saat memelihara layer, sehingga mampu berproduksi secara optimal meskipun berada di iklim tropis.
Technical Education and Consultant PT Medion Farma Jaya, Yulia Fransiska mengatakan, di iklim tropis terutama saat musim kemarau, layer susah mencapai feed intake akibatnya produksi telur tidak optimal. Bahkan ketika suhu naik 1oC, konsumsi pakan pada layer menurun hingga 1,72 %. Terlebih, jika suhunya ekstrem dipastikan konsumsi pakan akan lebih cepat penurunannya, sehingga pengaturaan formula pakannya perlu menyesuaikan kondisi lingkungan.
“Peternak tidak boleh memaksakan layer menghabiskan pakan di kandang. Alhasil, perlu modifikasi pakan supaya nutrisi yang dikonsumsi layer dapat tercukupi, meskipun jumlah pakan yang diberikan berkurang,” papar dia belum lama ini.
Ketika memodifikasi pakan, peternak perlu memahami masing-masing nutrien berupa panas metabolis yang dihasilkan. Pasalnya, layer ketika mengalami heat stress tentu mendapatkan tekanan panas dari lingkungan yang cukup tinggi. Ketika ditambahkan lagi panas metabolis yang dihasilkan dari pencernaan, pasti layer akan semakin stres, sehingga untuk meminimalkan panas metabolis yang dihasilkan dari pakan perlu diketahui seberapa besar panas metabolis dari setiap nutrien.
“Sebagai informasi, penghasil panas metabolis terkecil berupa lemak hanya 10 % serta karbohidrat 18 %. Adapun, protein paling tinggi menghasilkan panas metabolis yakni 44 % sementara untuk pakan campur sendiri (self mixing) atau pakan jadi berkisar 20-30 %. Artinya, sumber karbohidrat dapat diturunkan dengan menggantinya berupa sumber lemak,” tutur Yulia.
Contoh praktisnya, ia melanjutkan, penambahan 5 % minyak atau CPO (crude palm oil) dapat mengkompensasi jagung dan bekatul sebagai sumber karbohidrat agar penggunaannya sedikit. Efeknya, panas metabolis yang dihasilkan oleh layer ketika mencerna makanan lebih sedikit, sehingga pengaruh heat stres dapat ditekan.
Yulia menggaris bawahi, meskipun kebutuhan energi pada layer ketika musim panas dengan suhu tinggi mengalami penurunan 30 kkal per hari, sebaiknya peternak meningkatkan energi pada pakan. “Walaupun secara teori kebutuhan energi turun saat layer mengalami panting, namun energi dari pakan banyak terbuang. Alhasil layer tidak mampu memanfaatkan sumber energi tersebut untuk kebutuhan tubuhnya. Supaya tidak terjadi defisiensi sumber energi, langkah yang harus dilakukan ialah dengan meningkatkan kosentrasi energi di dalam pakan,” imbuh dia.
Seyogyanya, performa layer tidak akan terhambat asalkan kebutuhan protein tercukupi. Tetapi, jika performa layer menurun, tentu perlu evaluasi terhadap pemberian protein. Sementara jika ditingkatkan sumber proteinnya terlebih pada musim panas, layer semakin stres sebab panas metabolis yang dihasilkan oleh protein cukup besar. Guna mengakalinya, dapat diberikan suplementasi asam amino. Keunggulan asam amino ialah memiliki kecernaan lebih tinggi dibandingkan dengan kualitas protein, terutama pemberian lisin dan metionin guna menghasilkan produktifitas yang optimal.
“Bagi peternak layer, pemberian kalsium dan fosfor berhubungan dalam pembentukan kerabang. Bahkan, ketika layer memasuki usia tua, pemberian kalsium perlu ditingkatkan. Sementara untuk kualitas warna kerabang perlu penambahan trace mineral. Sebab trace mineral berperan sebagai tempat yang pembawa protoporfirin IX yang merupakan pigmen warna untuk menghasilkan warna cokelat pada kerabang. Ketika kekurangan trace mineral, otomatis warna kerabang menjadi pucat,” ujar Yulia.
Beberapa jurnal telah menyebutkan, pemberian trace mineral mampu meningkatkan kualitas kerabang baik dari segi kekebalan maupun warnanya. Sementara nutrisi lainnya yang juga mampu memperbaiki performa layer yang dipelihara pada suhu panas ialah vitamin seperti vitamin A, C, E dan D3.
“Adanya pelarangan AGP (antibiotic growth promoter) pada pakan sejak 2018, mengharuskan adanya inovasi. Peran AGP ialah menyeimbangkan mikroflora atau bakteri di usus antara bakteri patogen (jahat) dengan bakteri menguntungkan, proporsinya 20 % dan 80 %. Tatkala layer mengalami heat stress yang memicu adanya infeksi penyakit, AGP berperan untuk mengendalikan bakteri patogen. Dengan prinsip itu, peneliti-peneliti mencari alternatif pengganti AGP seperti enzim dan fitobiotik,” pungkas Yulia.zul
Sumber: troboslivestock.com