Alatternakayam – Menurut Dr. drh. Iswahyudi, MP, Kepala Bidang Kesehatan Hewan, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur, ketika ditemui wartawan Poultry Indonesia di Surabaya, Rabu, (14/12) mengungkap bahwa sudah waktunya peternakan unggas di Jawa Timur (Jatim) untuk mengembangkan pasar ekspor, sekaligus dalam rangka untuk meningkatkan populasi peternakan. Sebab, peningkatan populasi tanpa diimbangi dengan pengembangan pasar maka cenderung terjadi perang harga dengan sesama peternak. Sebaliknya, kalau peningkatan populasi diimbangi dengan peningkatan pasar, maka situasi kondusif akan tercapai dalam dunia perunggasan.

Bisnis perunggasan dari hulu ke hilir memang sedang diterpa angin yang begitu kencang. Akan tetapi, peluang untuk bisnis ini tumbuh dan berkembang belum sepenuhnya hilang. Masih banyak potensi yang bisa digali tergantung bagaimana sikap dari para pelaku usaha dalam menyikapi setiap peluang yang ada.

Selanjutnya, Iswahyudi menyatakan agar pihak perusahaan dengan populasi besar harus mau mencari pasar di luar pasar domestik dan difokuskan untuk mengurusi pengembangan pasar ekspor. Sedangkan untuk pasar becek biarlah diurus oleh para pelaku usaha UMKM, agar pertarungan harga antara perusahaan raksasa dan UMKM tidak berkepanjangan. “Oleh karena itu, kami sangat mendukung pada para perusahaan untuk melakukan ekspor, dan kami dari Disnak Jatim akan siap membantu memfasilitasi dalam mempermudah dalam pengurusan NKV, termasuk dalam membuat pembebasan penyakit Avian Influenza (AI) karena kami juga mempunyai inovasi berupa KOMBES AVIZA (Kompartemen Bebas Avian Influenza),” tegasnya.

Iswahyudi menegaskan bahwa sekitar 90% pelaku usaha sudah menerapkan kompartemen bebas AI. Jika syarat kompartemen bebas AI sudah didapat, maka tiket pelaku usaha tersebut untuk melakukan ekspor akan lebih mudah. Hal tersebut dikarenakan salah satu persyaratan untuk melakukan ekspor adalah unit usaha tersebut harus bebas dari AI. Ia juga menjelaskan bahwa dalam 2- 3 tahun terakhir tidak ada kemunculan penyakit yang cukup signifikan. Namun, yang sering terjadi adalah naik turun harga, termasuk harga pakan. Iswahyudi mengaku di daerahnya memang sedang mengalami permasalahan serius tentang populasi ternak, yang membuat berbagai kebijakan menjadi kurang tepat ketika diterapkan.

“Terus terang sampai sekarang kami tidak mempunyai data yang valid untuk populasi ternak unggas. Kami menemukan banyak kendala untuk mendapatkan data populasi ternak unggas, ketika data populasi ternak tidak valid, maka otomatis kebijakan yang kami ambil semisal tentang pakan ternak juga tidak cocok,” tegasnya.

Oleh karena itu ia mengajak agar semua pihak berkenan untuk melakukan evaluasi, tidak lagi menyimpan data populasi, dan siap untuk memberikan data pada pemerintah, agar pemerintah juga bisa lebih mudah dalam melakukan kontrol dan menerbitkan kebijakan. “Salah satu program kerja Disnak Jatim untuk tahun 2023 adalah untuk membenahi data populasi, kami akan hadir ke peternak untuk mendata. Jika nanti datanya sudah valid, harapan kami adalah kebijakan yang kami ambil akan lebih tepat sasaran,” tegasnya.

Menurutnya populasi ayam petelur di Jatim menurut data BPS 2021 sebesar 52,9 juta ekor, yang berkontribusi sebesar 28% terhadap populasi ayam petelur nasional, dan menempati peringkat satu nasional. Sementara ayam pedaging sebesar 283 juta ekor,yang berkontribusi sebesar 14% terhadap populasi ayam pedaging nasional, dan menempati peringkat 2 nasional.

”Data ini berdasarkan data yang dihimpun oleh petugas yang ada di lapangan. Namun petugas yang ada di daerah ketika menanyakan sensus populasi ayam, seringkali mendapat banyak kendala. Jangankan diberi data, dibukakan pintu saja tidak,” tegasnya.

Ia menjelaskan bahwa dalam tiga tahun terakhir ada peningkatan populasi ayam pedaging di Jatim yang tersebar di sejumlah daerah dengan populasi tertinggi berada di sejumlah daerah seperti Kediri,Lamongan,Bojonegoro,Jombang,Malang.Sementara untuk petelur,cenderung terjadi penurunan populasi di tahun 2022. Namun demikian populasi ayam petelur tertinggi masih ditempati Blitar,kemudian disusul Tulungagung,Kediri,Malang dan Magetan.

Komoditas pangan yang berbahan dasar unggas memang masih menjadi andalan dalam konsumsi masyarakat. Kembali lagi, komoditas daging dan ayam merupakan komoditas yang memiliki harga terjangkau, mudah didapat, juga relatif mudah untuk disimpan setidaknya dalam kurun waktu mingguan dengan perlakuan yang tepat. Jika ditinjau dari tren konsumsi masyarakat, Perusahaan PT GoTo Gojek Tokopedia melalui GoFood dalam e-booknya “Tren dan Lanskap Kuliner Indonesia” (2022), yang menyatakan bahwa kuliner nasi dan olahan ayam menjadi menu favorit pelanggannya. Dari segala variasi menu baru yang muncul ternyata comfort food tetap jadi pilihan utama. Comfort food ini erat kaitannya dengan fondasi rasa yang terbangun sejak kecil. Dalam kata lain, nasi dan olahan ayam sudah menjadi menu primadona bagi masyarakat Indonesia sedari dini.

Menurut Dr. Rahma Gafmi,SE., M Ec, Pakar Ekonomi, Universitas Airlangga, Surabaya, ketika ditemui Poultry Indonesia di Surabaya Rabu, (14/12) pada tahun 2023 diperkirakan perdagangan komoditas peternakan termasuk telur dan daging ayam akan terus mengalami fluktuasi tergantung pada kebutuhan industri dan konsumsi rumah tangga. Namun, diperkirakan demand dan harga untuk komoditas peternakan akan mengalami tren peningkatan pada 2023 seiring dengan tren perdagangan global.

Menurut Rahma prospek perunggasan di tahun 2023 terbilang masih bagus, walaupun dalam kondisi perekonomian yang penuh ketidakpastian akibat dari ekonomi global. Namun untuk Indonesia sendiri, banyak yang mengonsumsi produk unggas terutama dari ayam ras. Meskipun demikian ia berpesan agar sektor perunggasan sebaiknya melakukan pendataan dan kekompakan. Pendataan diperlukan untuk melihat kebutuhan nyata di lapangan, sehingga tidak terjadi fluktuasi harga yang mencolok ketika supply berkurang atau demand meningkat.

“Misal untuk kebutuhan telur, di Jatim ada sekitar 38 Kabupaten dan Kota, kita ambil contoh di Surabaya ada berapa jumlah penduduk, dan yang mengonsumsi telur setiap hari ada berapa orang dan berapa butir secara total. Kemudian data dikumpulkan, untuk memprediksi permintaan telur di setiap daerah. Dari data tersebut, peternak kemudian harus menyiapkan stok telur untuk mencukupi permintaan tersebut, sehingga tidak akan ada stok kosong. Dengan demikian tidak akan terjadi peningkatan harga lebih tinggi, yang menyebabkan inflasi,“ tegasnya.

Kekompakan antar peternak juga menurut Rahma sangat dibutuhkan untuk menyelaraskan harga produk unggas. Penyebabnya, menurutnya beberapa harga komoditas peternakan di Indonesia seperti telur dan daging ayam menunjukkan disparitas harga yang tinggi antar provinsi. “Kekompakan bisa juga dilakukan, dengan membentuk koperasi antar peternak,” tegasnya.

Saran lain dari Rahma untuk bisnis perunggasan adalah agar pemangku kebijakan dalam dunia permodalan agar dapat memberikan kebijakan khusus untuk usaha ini. Seperti mengenai suku bunga dari perbankan, menurutnya harus melihat kondisi peternakan yang ada, tidak dipukul rata sama dengan suku bunga konsumen umum. Tujuannya tidak lain untuk memberikan dukungan pada dunia peternakan unggas agar bisa lebih cepat tumbuh dan berkembang. Rahma juga menyoroti tentang masih banyaknya kebutuhan peternakan unggas yang masih impor seperti bahan pakan, obat- obatan dan bibit. Oleh karena itu, dibutuhkan berbagai strategi untuk substitusi bahan pakan mengingat fluktuasi harga bahan pakan yang kerap kali terjadi.

“Terutama di di bahan baku pakan ternak dimana nilai tukar rupiah sudah mulai terkerek, sementara bahan pakan substitusi seperti gandum yang tadinya impor dari Ukraina sudah mulai rendah, akibat kondisi Ukraina yang kurang baik karena invasi Rusia. Sehingga harus ada substitusi dari pakan ternak, yang tadinya ke gandum kemudian bisa dilakukan substitusi bahan lain yang bisa dimanfaatkan,” terangnya.

Masih menurut Rahma bahwa perekonomian Indonesia saat ini masih terlihat menguat didorong oleh tumbuhnya berbagai sektor ekonomi. Meskipun demikian dirinya memprediksi pada tahun 2023 pertumbuhan ekonomi akan cukup lambat mengikuti kondisi global dan permintaan di negara mitra dagang.

Sedangkan kondisi perekonomian dunia saat ini sedang mengalami perlambatan karena konflik geopolitik Rusia dan Ukraina, adanya krisis biaya hidup akibat inflasi dan adanya perlambatan ekonomi Tiongkok sebagai kekuatan ekonomi terbesar dunia. “Kami memprediksi tahun 2023 perekonomian global akan tumbuh lambat diiringi dengan tingkat inflasi yang tinggi, utamanya di negara berkembang,” pungkasnya.

Masa depan industri perunggasan masih bisa dikatakan akan tetap menjadi andalan dan prioritas dalam hidangan masyarakat setiap harinya. Akan tetapi faktor ekonomi secara makro memang tidak bisa terlepas dari pertumbuhan konsumsi masyarakat untuk komoditas ayam dan telur. Selama alokasi masyarakat untuk mengonsumsi daging ayam dan telur masih menjadi nomor dua, maka perlu adanya upaya khusus kepada masyarakat akan pentingnya pemenuhan gizi di setiap porsi hidangan di meja makan.

Sumber: poultryindonesia.com