Alatternakayam – Pada transisi antara fase grower ke fase produksi, faktor stres harus benar-benar diantisipasi oleh peternak. Pertama stres bisa disebabkan oleh adanya perpindahan pakan pada setiap fase. Peralihan pakan pada setiap fase ini harus diperhatikan. Hal ini dikarenakan ayam akan mendapatkan pakan yang berbeda dalam hal bentuk serta kandungan nutrisinya. Untuk itu, selama proses peralihan pakan, ayam memerlukan waktu adaptasi, sehingga tidak terjadi penurunan feed intake (FI) yang dapat mengganggu pertumbuhan.

Untuk itu juga perlu diperhatikan metode pergantian pakan agar ayam tidak mengalami stres. Pergantian pakan dapat dilakukan selama 4 hari. Semisal saat hendak mengganti pakan grower ke produksi, maka perbandingan pakan grower dengan produksi pada hari pertama peralihan yaitu 75% : 25%, hari kedua 50% : 50%, hari ketiga 25% : 75% dan selanjutnya pakan untuk fase produksi sudah bisa diberikan 100% pada hari keempat dan seterusnya.

Kedua, stres pada masa transisi ini juga dapat disebabkan oleh pemindahan pullet ke kandang produksi. Umumnya pemeliharaan pullet di Indonesia menggunakan kandang postal, sedangkan untuk fase produksi menggunakan kandang baterai. Perubahan kondisi kandang ini tentu akan membuat ayam harus beradaptasi ulang terhadap perubahan ukuran kandang yang menjadi lebih sempit, perubahan posisi dan tipe tempat ransum serta tempat minum, kemudian perubahan kondisi lingkungan. Dengan segala perubahan tersebut, tentu tidak menutup kemungkinan ayam akan stres.

Selain faktor perkandangan, teknis dalam proses pemindahan pullet juga harus dilakukan dengan tepat. Sebaiknya, peternak tidak mendatangkan pullet dari daerah yang jaraknya terlalu jauh dari kandang. Jarak akan berpengaruh pada lama tidaknya waktu pengiriman. Makin lama proses pengiriman pullet, maka akan makin tinggi kemungkinan terjadinya stres dan kematian pada ayam saat transportasi. Selain faktor transportasi, jarak yang jauh juga memperbesar kemungkinan adanya perbedaan iklim yang mencolok antara daerah asal dan daerah tujuan pullet, sehingga memerlukan waktu adaptasi yang lebih lama.

Umur dan waktu pemindahan juga tak boleh terlewatkan. Biasanya pindah kandang dilakukan 2 minggu sebelum fase produksi, agar ayam memiliki rentang waktu beradaptasi dengan kondisi baru. Pindah kandang yang terlalu mepet dengan masa produksi akan mengakibatkan ayam tidak memiliki rentang waktu yang cukup untuk beradaptasi dengan lingkungan baru. Terlebih virus lapangan atau challenge yang dihadapi di setiap lokasi farm akan berbeda. Di sisi lain, pindah kandang sebaiknya dilakukan pada malam, pagi atau sore hari, disaat kondisi lingkungan tidak panas. Hal ini untuk menekan terjadinya stres pada ayam.

Di samping itu, proses penangkapan dan pemindahan harus dilakukan secara hati-hati. Kemudian, harus dipastikan sirkulasi udara pada tumpukan keranjang ayam bagus. Jumlah atau kapasitas ayam yang dimasukkan dalam keranjang, harus diatur sesuai dengan daya tampung dan diusahakan tidak terlalu padat. Saat melakukan pindah kandang, sebaiknya ayam tidak diberi ransum atau dipuasakan, sehingga saluran pencernaannya kosong namun tetap diberikan air minum. Jika tidak, proses pencernaan dan penyerapan nutrisi akan terus berlangsung dan menghasilkan panas yang akan memperparah tingkat stres.

Yang juga menjadi bahan perhatian adalah pemberian vitamin dan elektrolit sebelum dan sesudah pindah kandang. Hal ini untuk membantu meningkatkan stamina tubuh ayam dan menurunkan efek stres yang ditimbulkan. Setelah proses pindah kandang selesai pemantauan kondisi ayam secara rutin juga harus dilakukan. Di akhir, penulis kembali mengingatkan pentingnya manajemen yang tepat dalam fase transisi ini. Pasalnya kegagalan pada saat transisi, akan berdampak pada fase produksi yang tidak optimal, angka mortalitas tinggi, daya tahan tubuh ayam yang lemah, sehingga ayam cenderung lebih mudah sakit.