Dengan perkembangan teknologi vaksinasi dan medikasi yang ada, tren penyakit unggas yang selalu sama tiap tahunnya sudah seharusnya menjadi perhatian bersama. Perbaikan manajemen budi daya di tingkat peternak tentu sangat diperlukan, begitu pula dengan pengendalian resistensi antibiotika untuk memudahkan urusan pengobatan pada unggas kedepannya. Pengganti antibiotic grwoth promoter (AGP) dan potensi dari medicinal-plants yang tumbuh subur di tanah Indonesia juga perlu digali untuk mendukung penanganan penyakit unggas kini dan nanti.
Melihat tren penyakit unggas yang masih sama saja, serta berbagai tantangan yang terus dihadapi oleh industri perunggasan, maka solusi penanganan penyakit unggas secara menyeluruh, baik dari segi pencegahan maupun pengobatan, terus dibutuhkan untuk mendukung produksi yang optimal.
Perbaikan manajemen budi daya
Wakil Ketua Umum Asosiasi Dokter Hewan Perunggasan Indonesia (ADHPI) periode 2016-2021, drh. Hadi Wibowo mengatakan bahwa dalam kondisi perubahan cuaca yang tak menentu, kondisi kekebalan ayam sangatlah penting. Kondisi patogen di lingkungan yang semakin ganas tentu menjadi ancaman, terutama akibat stres, karena ayam modern sangat mudah terkena stres.
“Stres merupakan suatu keadaan yang sangat berpengaruh kepada kondisi fisiologis ayam. Stres dapat menyebabkan heat-stroke, penurunan daya cerna, penurunan kekebalan, dan berkembangnya mikroorganisme patogen dalam usus. Jika peternak tidak sadar akan bahaya stres, maka penyakit apa pun akan terjadi tergantung situasi lapangan,” jelasnya pada tim Poultry Indonesia melalui sambungan telepon, Senin (14/11).
Hadi mengatakan bahwa secara moral ADHPI memiliki tanggung jawab moral terhadap kesehatan ternak unggas di Indonesia, sehingga dirinya menekankan kemampuan untuk menjaga ayam dari kondisi stres merupakan hal yang wajib diketahui oleh para peternak, karena stres menyebabkan kerugian besar. Salah satunya dengan penerapan biosekuriti yang baik.
Dalam menangani penyakit unggas, diperlukan beberapa langkah dan program, salah satunya biosekuriti. Biosekuriti merupakan serangkaian program yang meliputi kebijakan dan praktik yang dirancang untuk mencegah masuk dan menyebarnya agen penyakit ke dan dari wilayah peternakan tertentu. Biosekuriti merupakan aspek penting yang perlu dicermati dan diimplementasikan dengan serius agar kejadian penyakit dapat diminimalkan.
Sementara itu drh. Widya Putra Rachmawan, selaku Veterinary Services Executive (West Java) PT Ceva Animal Health Indonesia, mengatakan bahwa tindakan aktual dari implementasi biosekuriti diantaranya adalah melaksanakan praktik manajemen yang baik, merancang dan menjaga peternakan untuk mencegah masuknya penyakit, mengendalikan akses dan pergerakan orang di peternakan, serta menjaga kondisi peternakan tetap bersih.
“Yang perlu disoroti, dan terkadang belum diterapkan dengan baik oleh peternak, adalah poin mengendalikan akses dan pergerakan orang, seperti karyawan dan pengunjung di peternakan. Tantangan yang dihadapi adalah terdapat puluhan hingga ratusan orang yang bergerak keluar dan masuk area peternakan, sehingga perlu kesadaran penuh dari seluruh karyawan dan pengunjung untuk terus menaati aturan-aturan terkait kegiatan biosekuriti. Seluruh karyawan dan pengunjung peternakan juga harus memiliki ilmu dasar yang harus terus diperbarui yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran terhadap kejadian penyakit,” jelasnya melalui wawancara tertulis, Senin (21/11)
Hal kedua yang harus diperhatikan adalah mobilisasi kendaraan, terutama kendaraan pengangkut ayam pada saat panen. Peternak harus bisa mengendalikan pergerakan puluhan hingga ratusan truk panen setiap harinya ketika periode panen tiba. Widya mengatakan bahwa peternak harus memperhatikan truk panen, karena truk pasti melakukan kunjungan ke peternakan lain sebelumnya, sehingga meskipun sudah dibersihkan, harus tetap waspada dengan kemungkinan adanya agen penyakit yang tertinggal pada truk panen tersebut.
“Menghadapi problem tersebut, diperlukan usaha ekstra oleh tim di kandang dengan menambahkan standar operasional prosedur (SOP) tindakan desinfeksi dengan tuntas dan menyeluruh mulai dari roda kendaraan dan seluruh permukaan truk panen hingga sela-sela keranjang panen untuk meminimalisir kemungkinan adanya agen penyakit yang tertinggal pada area tersebut. Namun, dengan banyaknya truk yang datang, kerap kali tindakan ini hanya dilakukan dengan skala minimal karena terbatasnya sumber daya dan waktu. Hal ini membuat truk panen yang masuk ini masih menjadi celah untuk agen penyakit yang masuk,” jelasnya.
Selain biosekuriti, Widya juga mengatakan bahwa manajemen pengaturan ventilasi merupakan aspek yang vital, terutama dalam kegiatan pemeliharaan ayam broiler. Pengaturan jumlah minimum ventilasi (volume udara) diperlukan untuk mempertahankan potensi genetik untuk ayam agar dapat tumbuh dengan baik. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memastikan pasokan oksigen yang memadai untuk kebutuhan ayam serta menghilangkan produk limbah dari kotoran ayam.
“Pengaturan sistem ventilasi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan suplai oksigen ayam, membuang gas-gas beracun, baik karbon monoksida, karbon dioksida, maupun amonia dalam ruangan kandang, mengeluarkan panas dan kelembaban berlebih di dalam kandang, serta menciptakan temperatur yang sesuai dengan kebutuhan ayam di setiap fase pertumbuhannya,” ujarnya.
Senada dengan Widya, Jan van den Brink, selaku International Senior Poultry Specialist De Heus, mengatakan bahwa untuk membuat ayam nyaman di dalam kandang ada faktor yang harus diperhatikan, yaitu kontrol microclimate pada kandang. “Kontrol microclimate pada kandang broiler meliputi kontrol temperatur, kelembapan, kecepatan angin, dan pembasmian gas berbahaya,” jelasnya dalam seminar De Heus mengenai optimalisasi performa broiler di tengah krisis iklim pada pameran ILDEX Indonesia 2022 yang diselenggarakan di ICE BSD, Rabu (9/11).
Jan menemukan perbedaan temperatur yang sangat signifikan pada siang dan malam hari. Dirinya mengatakan bahwa pada siang hari, suhu di Indonesia dapat mencapai angka 35°C dan 17°C pada malam hari. Cuaca di Indonesia yang tidak bisa ditebak dan kelembapannya yang berbeda-beda setiap tahunnya mengharuskan kita untuk pintar mengatur sistem pemeliharaan. Walaupun suhu di luar berbeda, kita sebagai peternak tentu menginginkan suhu di dalam kandang tetap sama, terutama untuk broiler dengan kebutuhan yang berbeda.
“Ayam harus berada pada zona nyaman atau optimum, yakni sekitar 6-8°C, agar FCR bagus dan pertumbuhannya optimal. Namun, dengan kondisi suhu Indonesia yang paling rendah adalah 10°C, maka ayam selalu dalam kondisi kurang nyaman. Perbandingan kelembapannya juga berbeda, dimana pada siang hari kelembapan ada di angka 63%, sedangkan di malam hari, kelembapan mencapai angka 93%,” terangnya.
Dirinya menambahkan bahwa banyak peternak yang menganggap hal ini disebabkan hanya oleh kelembapan saja. Namun, menurutnya penyakit pada broiler biasanya terjadi karena adanya perbedaan temperatur. Mengubah kondisi di luar merupakan hal mustahil, sehingga Jan mengatakan bahwa yang dapat dilakukan adalah adaptasi sistem ventilasi yang baik. Ia juga mengatakan bahwa kombinasi antara side-mode ventilation dan tunnel ventilation merupakan solusi terbaik untuk perkandangan di Indonesia. Pada kesimpulannya, ia mengatakan bahwa investasi pada kontrol microclimate merupakan investasi yang baik.
“Saya amati, di Indonesia kebanyakan masih menggunakan tunnel ventilation. Penggunaan ventilasi seperti ini membuat kita agak sulit untuk mendapatkan iklim yang konstan. side-mode ventilation bisa menjadi jawabannya karena memiliki keunggulan seperti keseragaman temperatur dan penyebaran panas yang merata,” terangnya.
Terkait manajemen budi daya, Pimpinan Produksi CV. Berkah Putra Chicken, Rohmad Susilowarno, S.Pt., juga mengakui bahwa peternak tidak bisa memperkirakan suhu dan kelembapan, sehingga yang bisa dilakukan adalah memperbaiki manajemen tata laksana pada kandang untuk menekan kejadian penyakit pada ayam-ayamnya.
“Perubahan suhu dan kelembapan kami minimalkan dengan cara memenuhi persyaratan standar untuk closed house, baik dari kipas, cooling pad, hingga manajemen sekam. Selain memperketat biosekuriti, kami juga mengkondisikan ayam senyaman mungkin. Untuk kelembapan, kita hanya bisa memaksimalkan manajemen sekam yang baik. Sedangkan untuk suhu, kita mengoptimalkan fungsi cooling pad sedemikian rupa, sehingga suhu tidak terlalu tinggi tanpa mengabaikan kelembapan yang tinggi akibat pemakaian cooling pad,” jelasnya pada tim Poultry Indonesia melalui sambungan telepon, Rabu (23/11).
Perkembangan teknologi vaksinasi dan medikasi
Ayam ras modern yang ada kini telah mengalami kemajuan perkembangan genetik sehingga lebih cepat tumbuh. Hal ini diutarakan oleh drh. Titis Wahyudianto, selaku Technical Service Manager Poultry West Area PT Boehringer Ingelheim Indonesia. Namun menurutnya, perkembangan ini juga diikuti oleh kelemahan, yakni kerentanan terhadap stres. Oleh karena itu, dikembangkanlah teknologi vaksinasi, seperti program vaksinasi yang dilakukan di hatchery, untuk perlindungan yang lebih dini sekaligus menghindari stres akibat perlakuan vaksinasi di kandang. Salah satu teknologi vaksinasi yang mengalami perkembangan signifikan adalah vaksin gumboro atau Infectious Bursal Disease (IBD).
“Vaksin gumboro generasi pertama diberikan melalui air minum. Namun, vaksin ini memiliki banyak kelemahan, baik dari segi penyimpanan, waktu vaksinasi, maupun kualitas air. Kemudian, dikembangkan vaksin gumboro generasi kedua yang merupakan vaksin immune-complex yang pemberiannya dapat dilakukan baik secara in ovo maupun di hatchery. Namun, kelemahannya adalah adanya immunity gap. Selain itu, semua vaksin immune-complex juga memiliki campuran intermediate plus IBD yang ternyata justru menyebabkan kerusakan pada bursa fabricius,” ujarnya dalam webinar Poultry TechniClass #09, Kamis (24/11).
Dari sinilah kemudian dikembangkan vaksin gumboro generasi ketiga. Titis menjelaskan bahwa vaksin gumboro generasi ketiga tidak mengandung virus gumboro utuh, akan tapi hanya proteinnya saja. Protein ini kemudian ditransfer ke dalam sel virus HVT (Herpesvirus of turkeys/Marek’s Disease). Selama proses replikasi, vaksin generasi ini terbukti tidak merusak sel-sel bursa Fabricius, efek kekebalannya di atas level minimal, dan tidak ada isu immunity gap.
“Beberapa vaksin yang dikembangkan ini dapat menjadi pilihan untuk menggertak kekebalan adaptif terhadap IBD yang terbukti aman, efisien, dan terbukti melindungi terhadap serangan virus lapang, baik IBD klasik, IBD virulen, dan IBD sangat virulen. Sedangkan vaksin yang dimasukkan ke dalam sel virus HVT akan memberikan proteksi jangka panjang dan luas dari Marek’ Disease dan Gumboro,” terangnya.