Alatternakayam – Dinamika harga telur memang sangat penuh akan gejolak. Ketika harga turun, akan menimbulkan permasalahan, pun ketika harga naik juga tak lepas dengan persoalannya sendiri. Hal ini disampaikan oleh Ketua Presidium Pinsar Petelur Nasional (PPN), Yudianto Yosgiarso dalam siaran pers terkait upaya peternak layer nasional dalam membantu pemerintah untuk mestabilkan harga telur di Indonesia agar lebih kondusif.

Menurutnya saat ini telur memang tengah mengalami kenaikan harga yang signifikan. Hal ini berkaitan dengan momen natal dan tahun baru (nataru), sehingga terjadi peningkatan permintaan baik dari Jawa maupun luar Jawa. Dengan kenaikan permintaan yang tinggi, otomatis harga pun ikut naik. Yudi menyadari bahwa pemerintah telah mengatur tentang harga acuan penjualan (HAP) diangka Rp22.000,00-24.000,00 per kilogram. Namun ia menggaris bawahi, pada saat penetapan HAP belum mempertimbangkan faktor kenaikan BBM.

“Sejak tanggal 20 November lalu harga telur terus mengalami kenaikan. Dengan fenomena tersebut, para asosiasi, paguyuban, dan koperasi peternak layer se Indonesia yang tergabung dalam Rumah Bersama, telah mencoba meredam kenaikan ini, dengan mensosialisasikan dan menghimbau para peternak. Kenyataannya upaya ini hanya bisa berjalan 2-3 hari. Dan saat ini, di lapangan kami melihat harga partai terus bergerak naik mencapai Rp29.000,00 per kilogram, terlebih untuk daerah Jakarta. Hal ini membuat seolah-olah apabila kami tidak mengambil sikap maka harga akan terus naik tidak terkendali,” jelasnya dalam siaran pers yang digelar secara daring melalui aplikasi Zoom, Kamis (1/12).

Yudi melanjutkan, terkait hal tersebut Rumah Bersama telah mengadakan rapat koordinasi untuk membantu pemerintah untuk mengatasi harga telur ini agar lebih kondusif. Dalam rapat tersebut, Rumah Bersama sangat mendukung upaya pemerintah dalam menstabilkan harga telur menjelang nataru agar harga telur tidak terus naik. Menurut Yudi, apabila kenaikan harga ini dibiarkan maka harga eceran akan tembus di atas Rp30.000,00 per kilogram.

“Dalam rapat, kami bersepakat bahwa para peternak yang menjual telur ke Jakarta secara partai, menjual dengan harga maksimal Rp27.500,00 per kilogram, sudah termasuk ongkos angkut dan egg tray. Harga ini telah mempertimbangkan kondisi para peternak yang dari daerah Jawa Timur yang notabene menanggung ongkos angkut paling tinggi. Dengan harga ini diharapkan kondisi bisa segera mereda dan stabil. Kita tidak bisa langsung membandingkan harga tersebut dengan HAP, karena yang harus diingat harga ini harus dikurangi dengan Rp1.200,00 untuk ongos kirim dan Rp500,00 untuk egg tray. Hal ini berarti peternak menjual harga telur Rp25.800,00. Hal ini juga mengingat para peternak kecil yang dari biaya pasti ada selisih,” tegasnya.

Dirinya menambahkan dalam penetapan harga ini, Rumah Bersama juga telah melibatkan para agen dan pedagang besar telur. Di samping himbauan tersebut, apabila diperlukan oleh pemerintah untuk menstabilkan harga, Rumah Bersama siap menyediakan 45 truk di mana per truk sekitar 5 ton dengan harga 27500. Hal ini untuk menngantisipasi para peternak yang belum bisa dijangkau, sehingga menjual telur ke Jakarta dengan harga partai di atas Rp27.500,00 per kilogram.

Sementara itu, Hidayaturrahman mewakili Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Indonesia menambahkan bahwa Pinsar Indonesia sangat mendukung upaya Rumah Bersama dalam membantu pemerintah menstabilkan harga telur. “Kami satu suara dalam naungan Rumah Bersama. Hal ini merupakan komitmen nyata kami dalam mendukung kebijakan pemerintah yang dipimpin oleh Badan Pangan Nasional,” ujarnya.

Hal senada disampaikan oleh Jeni Soelistiani selaku perwakilan Koperasi Peternak Petelur Lampung. Menurutnya selain nataru, kenaikan ini juga disebabkan oleh adanya kebijakan Bansos yang cukup secara permintaan juga cukup besar. Di mana apabila harus dipenuhi secara serentak memang akan sulit. Dengan himbauan harga acuan ini, Jeni berharap dapat membantu pemerintah dalam upaya menstabilkan harga telur, terkhusus di Jakarta.

Suwardi, selaku Ketua Koperasi Unggas Sejahtera Kendal menambahkan bahwa kenaikan dan ketimpangan harga ini sebenarnya bukan disebebabkan oleh peternak. Karena apabila dicermati selama ini peternak tidak mengambil margin banyak, hanya karena situasi ada oknum tengkulak yang menaikan harga secara ekstrim.

“Peternak berharap keseimbangan bisa terjaga, sehingga stabilisasi, keamanan, dan kenyamanan terkait pangan ini bisa tercapai. Selain itu kami juga berharap stakeholders yang ada untuk Rumah Bersama, sehingga kedepan tidak ada operasi pasar dan kelangkaan telur. Selain itu, apabila ada kebijakan bansos, pemerintah sebaiknya langsung melalui Rumah Telur. Kami akan menyiapkan telur dengan spesifikasi dan harga sesuai dengan kesepakatan,” tegasnya.

Masih dalam kesempatan yang sama, Ketua Paguyuban Peternak Rakyat Nasional (PPRN) Blitar, Rofi Yasifun menyampaikan bahwa langkah ini merupakan bentuk bakti peternak kepada negara, agar harga ini bisa stabil.

“Stok telur aman untuk nataru dan kebijakan program bansos. Di Blitar tidak ada masyarakat yang kesulitan mencari telur, walaupun harga agak naik imbas hukum pasar ketika demand naik membuat harga juga naik. Kami pun dari peternak tidak menginginkan harga yang terlampau tinggi. Kami ingin harga yang stabil dan terkendali, sehingga peternak sejahtera, pedagang yang ditengah untung dan konsumen pun tersenyum. Ini merupakan keinginan bersama,” pungkasnya.

Sumber: poultryindonesia.com