Alatternakayam – Broiler merupakan ayam hasil seleksi genetik yang sangat selektif dengan titik berat pada laju pertumbuhan daging (ADG) dan didesain agar penggunaan pakan yang lebih efisien. Perkembangan teknologi yang terjadi pada broiler dalam kurun waktu 3 sampai 5 tahun terakhir ini sangat luar biasa. Tidak hanya dari sisi genetik yang terus dikembangkan, namun juga teknologi nutrisi pakan, sistem perkandangan serta tata cara pemeliharaan harus saling berkesinambungan untuk memaksimalkan potensi genetik broiler modern.
Beranjak dari hal tersebut, De Heus Indonesia bersama Cobb-Vantress Indonesia menggelar seminar hybrid, dengan tema “Dealing With Genetic Changes”. Seminar ini dilaksanakan secara daring via Zoom dan luring di IPB International Convention Center, Bogor, Kamis (29/9).
Dalam sambutannya, Bagus Pekik selaku Head of Poultry Value Change De Heus Indonesia mengatakan bahwa kerinduannya kepada para stakeholders pasca pandemi Covid-19 menjadi dorongan dalam pelaksanaan acara ini. Dalam kesempatannya, ia memperkenalkan sebuah konsep bisnis yang dinamakan “De Heus Broiler Model”.
“De Heus Broiler Model ini sedikit berbeda dengan model bisnis yang sudah ada dan berjalan saat ini. Dari konsep bisnis yang ada, mereka menghitung dari harga sapronaknya terlebih dahulu, kemudian membuat kontrak dengan harga livebird-nya, sedangkan kalau kami menghitung dari hilirnya terlebih dahulu yakni karkas. Dengan mengetahui harga karkas, maka kami mengetahui harga livebird, DOC, dan sapronak lainnya. Dengan ini, saya harap kami dapat memberikan keuntungan secara bersama tanpa ada rasa persaingan, dan ini akan menjadi solusi dalam ketidakpastian harga jual livebird saat ini,” kata Bagus.
Pemateri pertama dibawakan oleh Amin Suyono selaku Key Account Technical Manager Cobb Asia Pacific. Ia mengatakan bahwa genetik broiler telah mengalami perkembangan pesat. Perkembangan tersebut berjalan seiring permintaan dan kebutuhan pasar.
“Pada tahun 1957, broiler hanya mampu menghasilkan 61% karkas dan 11,5% daging dada. Sangat jauh berbeda pada genetik broiler pada saat ini, yang mampu menghasilkan 77% karkas dan 27% daging dada,” ucapnya.
Selanjutnya, Suttisak Boonyoung (Mac), Ph.D, selaku Nutritionist Cobb Asia Pacific memaparkan mengenai nutrisi broiler dan kualitas pakan. Ia mengatakan, hubungan antara pertumbuhan ayam dengan nutrisi pakan terletak pada protein asam aminonya.
“Protein dan asam amino adalah kandungan terpenting. Ambil contoh asam amino lisin yang berfungsi untuk pertumbuhan daging, methionine untuk telur, dan sistin untuk bulu,” papar Mac.
Lebih lanjut, Mac mengatakan bahwa broiler lebih menyukai pakan dalam bentuk pellet dan crumble. Kualitas pellet sangat penting untuk pertumbuhan broiler, maka dalam pembuatan dan pemberian pellet harus memperhatikan warna, pellet durability index, dan tingkat kekerasannya.
“Kualitas pellet yang baik harus memiliki pellet durability index sebesar 90-95% dengan rasio kehalusan sebesar 10-15%. Tingkat kekerasan pellet pun jangan terlalu keras, namun juga tidak mudah rusak. Dengan begitu, pellet yang dikonsumsi dapat meningkatkan performa sesuai dengan potensi genetik broiler,” ujarnya.
Sementara itu, Sofin Faiz selaku Technical Manager Breeding De Heus Indonesia, yang memaparkan mengenai konsep kandang broiler yang aplikatif terhadap kondisi iklim di Indonesia. Mengenai sirkulasi udara, Ia meyakini bahwa investasi kontrol iklim mikro adalah investasi untuk meningkatkan performa dan aspek finansial.
“Dalam konsep perkandangan, tidak boleh hanya menerapkan sistem ventilasi tunnel saja, pun jangan menggunakan sistem ventilasi samping saja. Dengan hanya ventilasi tunnel, sangat sulit untuk mendapatkan sirkulasi udara yang tepat dan temperatur yang rata, sehingga kombinasi ventilasi dari samping dan tunnel adalah solusi terbaik untuk kandang di iklim tropis,” tutur Faiz.
Masih dalam acara yang sama, Patrick Van Vugt, International Product Manager Royal De Heus mengatakan, program pakan pada broiler tergantung dari genetik, manajemen pemeliharaan, nutrisi dan target produksi. Tahap awal proses pencernaan merupakan hal terpenting yaitu feed intake, karena berimplikasi pada proses pencernaan selanjutnya.
“Ukuran partikel pakan yang dipilih harus menyesuaikan dengan umur ayam. Jika pakan berbentuk halus, perkembangan ventrikulus dan gizzard tidak akan berkembang, sehingga performa broiler akan menurun karena saluran pencernaan yang lemah,” papar Patrick.
Sumber: poultryindonesia.com