Sumber Gambar: poultryindonesia.com

Alatternakayam – Langkah cepat dan efektif harus dilakukan oleh semua pelaku yang berkecimpung dalam industri perunggasan untuk menghadapi gempuran persaingan global. Pemerintah dalam hal ini sudah melakukan upaya-upaya khusus untuk membenahi kondisi perunggasan di Indonesia. Pada usaha pembenahan bahan pakan misalnya, Kementerian Pertanian telah mencanangkan swasembada jagung dengan penambahan areal luas tanam.

Peningkatan daya saing menjadi suatu keniscayaan bagi para pelaku industri perunggasan dalam menghadapi persaingan global. Perlu adanya kerja sama dari berbagai pihak yang terlibat untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi kemajuan perunggasan Indonesia.

Pemanfaatan bahan pakan lokal

Pemerintah melalui Balai Penelitian Ternak (Balitnak) turut berupaya dalam meningkatkan daya saing melalui penelitian dengan memanfaatkan bahan pakan lokal. Saat diwawancarai oleh Poultry Indonesia di Balitnak, Ciawi, Bogor, Senin (21/10), Prof. Ir. Arnold Parlindungan Sinurat, Ph.D selaku Peneliti Utama Balai Penelitian Ternak Arnold mengatakan bahwa iklim perunggasan yang masih dapat dikatakan belum stabil ini karena banyak faktor, salah satunya adalah harga pakan. Beberapa bahan pakan yang beberapa di antaranya masih harus impor akan terpengaruh oleh kuat lemahnya kurs yang sudah tentu berpengaruh pada harga pakan.

Arnold mengatakan, sebenarnya banyak bahan pakan non-konvensional yang dapat dimanfaatkan dan memiliki nilai nutrisi yang tinggi dari dalam negeri, hanya saja yang perlu dipertimbangkan adalah ketersediaan bahan tersebut untuk diproduksi massal, kebutuhan industri serta nilai ekonomisnya, serta kandungan zat anti nutrisi yang terkandung di dalamnya, salah satunya produk sawit.

Terdapat tiga jenis produk sawit yang dapat dipergunakan untuk bahan pakan ayam, yaitu bungkil inti sawit (BIS), solid sawit, dan inti sawit. Produk BIS ini tersedia dalam jumlah massal dan tidak mengenal waktu panen untuk digunakan pada produk peternakan, selain itu sudah ada penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan kualitas dari BIS. Penggunaan BIS dapat dikatakan cukup ekonomis, karena menurut USDA (2017), Indonesia menghasilkan 5,3 juta ton BIS, jumlah ekspor 85,8%, dan hanya sekitar 14,2% yang digunakan dalam negeri.

Modernisasi kandang

Semakin berkembangnya era digital ikut mendorong perubahan yang terjadi pada industri perunggasan. Aplikasi yang terdapat pada ponsel pintar ini dapat mengatur segala sesuatu yang terjadi di kandang dan memberikan laporan secara real time dengan cepat setiap harinya. Perubahan menuju industri 4.0 dalam upaya meningkatkan daya saing ini sudah dijalankan oleh Ramadhana Satya Mandiri selaku Direktur Tri Satya Mandiri yang diwawancarai Poultry Indonesia di Bogor, Rabu (16/10). Ia terinspirasi oleh kaum milenial yang notabene merupakan kaum yang ingin segala sesuatunya serba cepat, praktis, dan mengerahkan tenaga sedikit untuk profit yang besar. Hal ini mendorong Ramadhana untuk membangun sebuah perkandangan yang menggunakan transformasi digital serta dengan biaya yang terjangkau.

Konsep kandang rakyat yang diusung Tri Satya Mandiri dalam hal ini berarti kandang tersebut tidak harus dibangun selayaknya kandang industri, lebih murah, didukung sistem operasi, dan meminimalkan biaya operasional karena sudah memiliki sistem yang serba otomatis. Jika dilihat dari tingkat biaya pembangunan kandang mini closed house, peralatan perkandangan ayam berada di posisi puncak dari biaya pembangunan kandang, diikuti oleh instalasi listrik yang menjadi sebuah keharusan dalam kandang sistem closed house. Selanjutnya yaitu material bangunan dan di posisi terakhir yaitu ERP dan android system development. Anggapan bahwa menggunakan sistem teknologi akan menelan biaya yang mahal dapat ditepis karena jika dibandingkan dengan hasil yang didapat secara real time, penggunaan sistem ini sangat memiliki nilai yang tinggi dibandingkan harga beli dari sistem tersebut.

Jika dilihat dari angka performa mini closed house, salah satu data produksi dari penggunaan mini closed house yang telah dilakukan oleh Tri Satya Mandiri menunjukan FCR yang dihasilkan yaitu 1,386, Indeks Performance (IP) 451, dan dengan umur panen sekitar 30,48 hari. Keunggulan lain yang bisa didapatkan dari kandang mini closed house yang berkapasitas 7.500 ekor ini, dilihat dari segi kesejahteraan hewan, teknis pakan, teknis pemasukan serta pengeluaran kandang, dan ancaman-ancaman penyakit dapat dikontrol dengan baik. Ramadhana berharap mini closed house ini dapat menjadi sebuah terobosan untuk model perkandangan yang bisa efektif dan efisien.

Baca Juga: Teknik Inseminasi Buatan (IB) untuk Unggas

Sumber: poultryindonesia.com