Kehadirannya sangat ditunggu sebagai solusi dalam pemasaran telur terutama di saat harga anjlok sekaligus wadah untuk meningkatkan posisi tawar peternak seperti dalam penyediaan bahan baku pakan agar biaya produksi rendah, keuntungan meningkat, dan peternak sejahtera
Alatternakayam – Harga broiler (ayam pedaging) yang sering terjun bebas di bawah Harga Pokok Produksi (HPP), nampaknya membuat khawatir para peternak layer (ayam petelur). Sebab, bila kelebihan pasokan broiler terus terjadi, maka dimungkinkan telur dari broiler yang tidak ditetaskan akan dijual sebagai telur konsumsi di pasaran, sehingga berdampak pada penjualan telur dari layer.
Hal inilah yang membuat Pinsar Petelur Nasional (PPN) mencoba merumuskan solusi sebagai antisipasi. PPN mengajak semua pihak terkait dalam industri perunggasan memperbaiki kinerja, mulai penguatan persatuan, kekompakan dan militansi peternak dalam asosiasi untuk memperkuat posisi tawar.
Diutarakan Ketua Presidium PPN, Yudianto Yosgiarso kepada TROBOS Livestock (17/10) di Jakarta, PPN mencita-citakan pembentukan sistem integrasi horizontal peternakan rakyat yang melibatkan komunitas peternakan ayam petelur dan pemerintah, termasuk perguruan tinggi dan mitra pengembang usaha di setiap kabupaten/kota. Ia menilai, peternak rakyat dan mandiri akan jauh lebih kuat jika menjalin integrasi/kemitraan horizontal untuk membangun kekuatan di tengah persaingan asimetris. “Integrasi horizontal adalah sistem yang dibentuk secara harmonis dan kuat oleh stakeholder perunggasan meliputi asosiasi peternak, pemerintah, dan mitra pengembang usaha dalam satu jalinan sistem. Sistem ini dapat dibangun menggunakan payung kelembagaan koperasi perunggasan,” terangnya.
Integrasi horizontal, mampu membuat peternak lebih kompak dalam bertindak mengantisipasi dan mengatasi keadaan. “Kami punya harga referensi yang menjadi acuan untuk peternak anggota dan simpatisan PPN di masing-masing daerah. Harga acuan itu berbeda-beda, disesuaikan dengan kondisi aktual pasar, stok, dan karakter wilayah,” kata Yudianto. Bisa saja, pada layer juga terjadi hal yang sama seperti di broiler yang selalu kelebihan pasokan dan terus berulang, ketika integrator vertikal masuk. Maka dari itu diperlukan sikap waspada dan antisipasi dengan membangun dan memperkuat integrasi horizontal.
Dukungan Pemda
Urgensi mendirikan koperasi dipahami betul olehh para peternak layer di berbagai daerah di Indonesia. Para peternak layer pun mulai berhimpun dalam wadah koperasi seperti yang dilakukan peternak layer di Kabupaten Blitar Jawa Timur. Para peternak membentuk Koperasi Peternak Unggas Sejahtera (Putera) Blitar. Awalnya, koperasi yang terbentuk pada akhir 2017 ini hanya beranggotakan sebanyak 35 peternak. Seiring perjalanan, dengan sosialisasi yang dilakukan, saat ini koperasi sudah mempunyai anggota sebanyak 414 peternak.
Menurut Ketua Koperasi Putera Blitar, Sukarman, hadirnya koperasi tidak lain atas bantuan dari pemerintah daerah (pemda). Kepedulian pemerintah daerah terhadap nasib peternak layer di Blitar bisa diacungi jempol. “Mereka mengumpulkan para peternak dan menghadirkan ahli koperasi sebagai pembicara. Kami menjadi tahu pentingnya berkoperasi. Dari sanalah Koperasi Putera Blitar terbentuk,” kenangnnya.
Mengingat semua usaha yang dijalankan adalah peternakan layer yang menghasilkan telur sehingga menjadi fokus utama dalam pendirian koperasi. Dana untuk koperasi dihimpun dari para anggota dan koperasi berperan memasarkan telur guna mendapatkan keuntungan ke berbagai daerah seperti Jakarta.
Beruntungnya lagi, lanjut Sukarman, pemerintah daerah menghubungkan pihaknya dengan Bank Indonesia (BI) Kediri. “Melihat cara kerja kami, BI memberikan pedampingan dan dukungan. Dengan bantuan BI pula kami dipertemukan dengan stakeholder terkait seperti Jakarta, Bali, Tasikmalaya, dan Sulawesi,” bebernya.
Sukarman menerangkan, telur menjadi salah satu komoditas penyumbang inflasi. Oleh sebab itu, Blitar sebagai pusat produksi telur bisa memasukkan telur-telurnya ke daerah-daerah tertentu yang inflasinya tinggi. “BI menginginkan itu, agar tidak terjadi inflasi di daerah. Karena kalau pasokannya rutin, harga telur tidak akan melonjak. Tapi kalau tidak rutin, suatu saat harganya bisa tinggi sekali,” ungkapnya.
Dari sisi budidaya karena adanya pelarangan penggunaan Antibiotic Growth Promoters (AGP), BI membantu mencarikan solusi agar pakan tetap berkualitas, yakni dengan melakukan fermentasi atau menggunakan mikroba tertentu. Selain itu, agar peternak lebih efisien, BI membantu sebagian peternak dengan mengganti alat pemberi pakan dengan teknologi yang lebih bagus yaitu hooper. “Peternak di Blitar kan kecil-kecil, sehingga untuk memberi makan ayam-ayamnya hanya menggunakan piring. Tapi justru banyak pakan yang tumpah. Pakan banyak terbuang, sehingga tidak efisien,” urainya.
Bantuan hooper ini sifatnya hanya memotivasi para peternak agar lebih efisien dan bisa mengurangi kerugian. Jika dikalkulasi, anggota koperasi sebanyak 414 peternak dengan populasi ayam yang dimiliki rata-rata 7.000 ekor atau total populasi sebanyak 2.898.000 ekor. Dari populasi total itu kebutuhan pakan sebanyak 347.760 kg per hari dan produksi telur yang dihasilkan sebanyak 124.624 kg per hari.
Selain itu, BI pun memberikan bantuan berupa seperangkat komputer untuk operasional kantor koperasi. Bahkan untuk pengiriman awal dari telur yang dipasarkan, melalui program CSR (Corporate Social Responsibility), BI memberikan bantuan berupa packing dan pengiriman selama 10 kali pengiriman. “Karena setiap 2 minggu sekali koperasi laporan ke BI dan laporannya dinilai bagus, kami juga mendapatkan 1 truk untuk angkutan telur,” katanya. Fasilitas truk ini bisa meningkatkan produktivitas para peternak dan diharapkan lebih banyak lagi yang bergabung ke koperasi sehingga masyarakat Blitar semakin sejahtera, kemiskinan bisa berkurang, dan pertumbuhan ekonomi lebih bagus.
Produksi Tinggi
Kabupaten Blitar dikenal sebagai penghasil telur terbesar nasional. Terdapat 4.400 peternak layer yang mampu menghasilkan 900 – 1.200 ton telur per hari. Tak heran, dengan produksi yang sangat melimpah, Blitar harus memasukkan telur-telurnya ke daerah lain, salah satunya Jakarta.
Dikatakan Sukarman, pemasaran telur ke Jakarta merupakan tindak lanjut dari penandatanganan nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) antara Gubernur DKI Jakarta dan Bupati Blitar, pertengahan tahun lalu di Balai Kota DKI Jakarta. Kemudian, MoU ditindaklanjuti berupa perjanjian kerjasama oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Food Station Tjipinang dan Koperasi Putera Blitar secara business to business (B to B).
Kerjasama ini menjadi angin segar bagi peternak Blitar. Di satu sisi, telur produksi Blitar akan lebih jelas pasarnya. Di sisi lain, peternak punya posisi tawar yang kuat dalam menentukan harga. “Karena sistemnya B to B sehingga harga telur berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak tanpa intervensi pihak manapun,” terang Sukarman.
Ia menyampaikan, pada perjanjian awal harga jual telur yang disepakati oleh Koperasi Putera Blitar dan Food Station Tjipinang Rp 19.000 per kg. Namun harga tersebut dievaluasi seminggu sekali. Evaluasi dilakukan karena HPP telur ayam mengalami fluktuasi lantaran bahan pakan yang mayoritas merupakan produk impor. “Harga setiap minggu bisa berubah, tapi kita minta harga lebih tinggi daripada harga umum, namun tidak terlalu tinggi. Semisal harga dari peternak Rp 17.000 per kg, ada tambahan Rp 3.900 untuk dijual ke Food Station. Biaya tambahan itu untuk packaging, angkutan, telur reject, dan lain-lain,” ucapnya.
PT Food Station Tjipinang merupakan salah satu BUMD pangan di Jakarta. Selain Food Station, ada 2 BUMD lagi mengurusi pangan yaitu PD Dharma Jaya dan PD Pasar Jaya. Food Station dan Dharma Jaya lebih kepada hulu, yang bertugas mencari barang maupun pasokan. Sementara Pasar Jaya yang mempunyai outlet. “Food Station awalnya hanya mengelola pasar induk beras Cipinang, dengan 104 gudang dan 738 toko. Namun belakangan, Food Station bertransformasi menjalin kerjasama dengan semua pihak, termasuk para pedagang, penggiling padi, koperasi, gapoktan, serta semua unsur stakeholder termasuk Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Badan Urusan Logistik (Bulog) dan beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) lainnya.” papar Direktur Utama PT Food Station Tjipinang, Arief Prasetio Adi. Kerjasama tersebut, untuk sama-sama menjaga pasokan dan stabilitas harga di Jakarta. Karena pihaknya tidak bisa berbuat banyak jika harga tiba-tiba naik maupun pasokan kurang karena stok semuanya ada di pedagang.
Mengenai kerjasama Food Station dengan Koperasi Putera Blitar yang sudah berjalan sekitar 2 tahun, Arief menyambut baik lantaran kebutuhan warga Ibu Kota akan komoditas telur sangat tinggi. Menurutnya, kebutuhan telur DKI Jakarta sekitar 15 – 20 % dari kebutuhan nasional (500 ton per bulan). Tak pelak, membutuhkan banyak sekali telur dari berbagai daerah. Namun tidak serta merta Food Station bisa mengambil semua telur dari daerah. “Ada sistem tata niaga yang harus dijaga, karena banyak pedagang yang terlibat sehingga tidak bisa mengambil semuanya. Untuk itu pemerintah hadir sebagai penyeimbang,” jelasnya.
Sukarman membenarkan, pengiriman telur ke Food Station sekitar 200 – 275 ton per bulan. Namun, karena produksi anggota koperasi 120 ton per hari, sehingga telur juga harus dijual ke pasar lainnya. “Food Station tidak bisa menampung semuanya, sehingga kami pasarkan ke daerah yang membutuhkan seperti Tasikmalaya, Bali, dan Sulawesi termasuk ke pasar-pasar modern,” ujarnya.
Arief menjelaskan, pengiriman telur dari Blitar dilakukan 2-3 kali per minggu dan sudah rutin. “Sistemnya, masing-masing outlet membuat Purchase Order (PO), termasuk Pasar Jaya. Ada pula pembeli lain termasuk Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Mereka membuat PO berapa banyak, kapan dikirim, kita siapkan,” ucapnya. Jumlah pengiriman telur pun bervariasi, kadang 10 ton, 4 ton, tergantung kebutuhan.
Kesejahteraan Peternak
Kehadiran koperasi di tengah-tengah peternak layer sudah sangat ditunggu. Harapannya, keberadaan koperasi ikut memberikan sumbangsih untuk menstabilkan harga, salah satunya dalam hal pasokan bahan baku pakan yang selama ini fluktuatif seperti jagung.
Menurut Wakil Ketua Koperasi Putera Blitar, Agung Suyono, selama ini koperasi sudah sejalan dengan tujuannya yakni mensejahterakan peternak. Koperasi selalu mendahulukan kepentingan anggotanya, terlebih anggota yang belum memiliki pelanggan atau kesulitan menjual telurnya. “Kita dahulukan mereka yang kecil-kecil. Toh yang besar sudah punya pasar sendiri. Kecuali, jika koperasi kekurangan stok, barulah peternak besar membantu memenuhi kebutuhannya,” jelas peternak layer asal Kecamatan Garum, Kabupaten Blitar ini.
Terinpirasi dari Koperasi Putera Blitar yang telah berjalan, pada awal 2019 lalu, para peternak layer di Kendal Jawa Tengah juga berinisiatif untuk mendirikan Koperasi Unggas Sejahtera. Koperasi yang diketuai Suwardi ini sudah beranggotakan sebanyak 437 peternak.
Suwardi menyampaikan, koperasi yang ia pimpin memiliki misi dari anggota dan untuk anggota. Sementara visinya, penyelamatan harga telur di saat harganya jatuh. “Peternak ini kalau sendiri-sendiri mudah dipatahkan ataupun mudah ditekan berkaitan dengan harga DOC (ayam umur sehari), pakan, jagung dan harga telur. Tidak hanya untuk kepentingan peternak, melalui koperasi ini kami pun memikirkan nasib konsumen untuk menegakkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.96/2018 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen. Tujuannya, agar inflasi tidak tinggi dan konsumen tidak keberatan dalam membeli telur,” ungkapnya.
Bahkan, ketika harga telur terpuruk, koperasi berani menanggung rugi. Pasalnya, ketika telur di ambil dari peternak dengan standar harga pasar, sementara untuk pengiriman (operasional), koperasi harus siap nombok ongkosnya. Karena misi kami bukan misi keuntungan, tapi kesejahteraan bagi semua peternak,” ucapnya.
Diakui Suwardi, pihaknya sudah melakukan pemasaran telur ke Tangerang bekerja sama dengan para broker yang ada di sana. Dalam seminggu ada 2 – 3 kali pengiriman, di mana 1 kali pengiriman sebanyak 5 ton. Selain itu, koperasinya sudah melakukan penjajakan dengan Food Station. “Kami akan melengkapi apa yang menjadi persyaratan dari Food Station, agar semuanya bisa berjalan dengan baik. Kami juga tentu tetap membuka dan memperluas pasar di wilayah Jawa Tengah karena khawatir dengan produksi yang terus bertambah, telur tidak ada yang menampung,” paparnya. Saat ini, koperasi memasok telur untuk daerah Batang, Tegal, Wonosobo, dan Semarang yang kebutuhan telurnya rata-rata 3 ton per hari.
Oleh karena itu, besar harapan Suwandi kepada pemerintah daerah agar turut serta memberikan dukungan. Mengingat, Kendal menjadi peringkat kedua secara nasional untuk populasi ayam maupun produksi telurnya. Jika tidak ada dukungan dari pemerintah daerah, keberadaan koperasi ini mungkin akan stagnan. “Sebenarnya kita menunggu respon dari Bupati Kendal, karena Gubernur sendiri sudah memberikan lampu hijau. Contoh kecil saja, Aparatur Sipil Negara (ASN) diwajibkan membeli telur 10 butir, misal dengan harga Rp 1.500 per butir. Kita bisa antar ke posko-posko ASN misalnya seminggu sekali. Ini kan bisa menaikkan perekonomian rakyat juga,” tukasnya.
Bagi peternak layer Kendal, pembentukan koperasi ini sangat dibutuhkan, karena jika peternak melakukan pemasaran telur sendiri-sendiri mudah dipatahkan oleh broker. Ibaratnya seperti sapu lidi, yang kalau sendiri mudah dipatahkan. “Maka solusinya, peternak-peternak kecil ini dibuatkan kelompok. Buat pangsa pasar baru agar tidak mudah dipatahkan. Diikat dengan namanya koperasi, sapu lidi ini akan semakin kuat, bisa menahan beban apapun. Itulah tujuan kita,” tegasnya.
“Teringat kata-kata dari Mahathir Mohamad bahwa kita bersekutu untuk maju. Karena filosofinya kita sama-sama produksi telur, tujuannya sama, penjualan sama, pangsa pasarnya pun sama. Di sisi lain, ada pelaku usaha yang besar-besar. Mereka menguasai semuanya, terlebih efisiensi yang kaitannya dengan biaya,” tambahnya.