Sumber Gambar: poultryindonesia.com

Alatternakayam – Terlahir sebagai anak tunggal tak selalu menghasilkan kisah yang serba tercukupi layaknya sinetron di televisi. Kondisi serba kekurangan, memaksanya putus sekolah dan merantau ke ibu kota pada usia yang masih sangat belia. Kerasnya kehidupan membuatnya menjadi seorang pebisnis tangguh, walaupun hanya lulusan sekolah dasar, namanya kini cukup bersinar di kalangan pebisnis di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat.

Selama masih hidup di muka bumi, tidak ada sesuatu yang tidak mungkin. Takdir terkadang menempatkan seseorang ada di bawah, tapi tidak menutup kemungkinan suatu saat akan di atas. Kerja keras dan terus berdoa yang seringkali bisa merubahnya.

Pria itu bernama Eman, namun akrab disapa Haji Eman. Haji Eman merupakan putra asli Majalengka, tepatnya lahir di Desa Kertabasuki Kecamatan Maja, 44 tahun silam. Jarak rumahnya hanya sekitar 30 kilometer dari Bandara Kertajati yang banyak dibahas di media sosial itu. Haji Eman bukan berasal dari keluarga kaya, ayahnya hanya penjual bubur kacang dan ibunya hanya buruh tani biasa.

Kisah masa kecilnya yang serba sulit, menjadi cambuk penyemangat dirinya untuk berjanji bahwa kelak harus menjadi orang sukses di kemudian hari. Janji itu terpenuhi, kini, Haji Eman bisa dikatakan merupakan orang paling kaya di desanya atau bisa jadi se-Kecamatan Maja. “Kalau bercerita masa kecil itu pedih, ingin sekolah saja tidak mampu. Saya hanya merasakan bangku sekolah menengah pertama selama 6 bulan saja karena uang bulanan tidak dibayar, bukan tidak mau bayar tapi karena memang tidak punya uang untuk membayarnya,” kenang Eman dengan suara parau dan mata berkaca-kaca teringat masa kecilnya yang penuh kelam.

Usianya saat itu masih belasan tahun. Kerasnya kehidupan di desa mengantarkan Haji Eman untuk bertarung hidup di Jakarta. Hanya berbekal badan dan tenaga, ia nekat mencari jati diri di ibu kota, yang kata orang-orang, ibu kota itu lebih kejam daripada ibu tiri. Kerja apapun dari mulai berdagang rongsokan, pakaian, bahkan sayuran pernah ia lakukan demi menyambung hidup di tanah perantauan.

Selama lima tahun bekerja di Jakarta, Haji Eman rindu akan kampung halamannya. Ia memutuskan untuk pulang dan bekerja apa saja yang bisa dilakukan di desa. Berbekal pengalaman berdagangnya selama di Jakarta, Haji Eman kemudian berdagang sayuran keliling kampung hingga merambah ke penjualan telur ayam.

“Jualan telur ini sebenarnya hanya coba-coba karena sejak di Jakarta jualannya sayur. Awalnya dalam sehari hanya bisa menjual 15 kilogram (1 peti), lama-lama bisa menjual sampai 45 kilogram (3 peti) dengan berkeliling kampung. Ternyata lumayan juga pikir saya saat itu,” ucap Eman saat diwawancarai Poultry Indonesia di rumahnya, Selasa (6/8).

Pemilik Lestari Farm ini bercerita, pernah suatu ketika saat berdagang telur keliling kampung, ia pulang tidak membawa uang, justru uang modal berdagangnya menjadi berkurang karena di tengah jalan kena tilang. Haji Eman mengaku, peristiwa itu terjadi karena murni kesalahannya yang tidak memiliki surat izin mengemudi (SIM). Apa boleh buat, keuntungan berdagang telur sebesar 25 ribu rupiah harus ia relakan untuk menebus denda tilang.

“Saat itu dendanya 50 ribu rupiah, saya hanya dapat untung jualan 25 ribu rupiah, jadi saya malah nombok 25 ribu rupiah. Saya pulang menuju ke rumah hujan-hujanan dengan menahan sedih karena tidak bisa memberi uang kepada istri. Saat itu saya sampai berjanji dalam hati, kalau suatu saat saya berhasil dalam berbisnis, saya akan niatkan untuk ibadah,” kenangnya.

Takdir menuju sukses kian mendekat. Usaha berjualan telur semakin besar, dari yang awalnya hanya mengambil telur di wilayah Majalengka, terus merambah sampai ke Kuningan, Ciamis bahkan ke Tasikmalaya. “Saya mulai menggunakan mobil pick up pemberian mertua untuk berdagang telur, dari Majalengka bawa sayur-sayuran untuk dijual di Ciamis dan Tasikmalaya, pulangnya saya bawa telur dari sana dan dijual di Majalengka. Saya lakukan itu sampai 3 tahun,” ungkap Haji Eman

Baca Juga: Mencetak Peternak Milenial

Sumber: poultryindonesia.com