Alatternakayam – Orang-orang di Kota Paris, Prancis, menjadi lebih berkeringat siang itu. Matahari terasa lebih dekat dengan permukaan bumi dibandingkan hari-hari sebelumnya. Pada minggu terakhir di bulan Juni, para turis tampak mengenakan pakaian tipis untuk menanggulangi kegerahan yang melanda. Pada minggu ini pula Prancis mencatatkan rekor cuaca terpanas mereka dengan suhu 45,9°C. Panasnya cuaca itu tak ayal membuat kolam air mancur di kawasan Trocadéro, dekat dengan Menara Eiffel, mendadak berubah fungsi menjadi kolam renang publik. Orang-orang menceburkan diri ke kolam tersebut untuk mendapatkan kesegaran.

Kegiatan produksi unggas di berbagai negara mendapat tantangan serius berupa cuaca panas esktrem. Perubahan iklim secara signifikan ini disebut-sebut merupakan imbas dari pemanasan global. Saat tulisan ini dibuat pada awal Juli 2019, beberapa kota di Eropa telah mencapai suhu lebih dari 40°C.

Seo dan Mendelsohn dalam penelitian mereka yang berjudul The Impact of Climate Change on Livestock Management in Africa: A Structural Ricardian Analysis, mengungkapkan pemanasan global berdampak negatif bagi peternakan unggas. Cuaca panas ekstrem dapat menyebabkan hilangnya keuntungan dari hewan yang diternakkan. Sebagaimana diketahui bahwa performa unggas sangat dipengaruhi oleh kenyamanan lingkungan kandang, terutama terkait dengan suhu.

Seorang peternak unggas di daerah Henlé, region Bretagne, Prancis, bernama Urien David mengaku cuaca panas merupakan hambatan dalam melakukan budi daya. Pria yang dijumpai Poultry Indonesiapada agenda kunjungan peternakan SPACE 2018 itu mengatakan bahwa masyarakat Prancis semakin menggemari produk unggas non-kandang (cage free). Namun cuaca panas yang semakin meningkat dari tahun ke tahun membuat usaha ini terhambat. Sistem budi daya cage free berarti ayam-ayam yang dipelihara dapat langsung diterpa oleh sinar matahari dan suhu panas di luar kandang. Hal itu, menurut David, memengaruhi performa dan produktivitas ayam.

Pemanasan global yang terjadi di bumi perlu diwaspadai bukan hanya oleh David, tetapi juga oleh seluruh peternak yang bergelut dalam bisnis perunggasan. Berbagai aktivitas manusia yang memicu pemanasan global, menurut sciencenews.org, dapat membuat cuaca panas di berbagai belahan dunia meningkat hingga lima kali lipat. Hal ini tentu menjadi tantangan bagi para peternak ayam komersial mengingat ayam-ayam tersebut memiliki sifat yang sensitif terhadap perubahan cuaca.

Dalam sebuah buletin teknis yang disusun oleh para peneliti Indian Council of Agricultural Research (ICAR) berjudul Management of Heat Stress in Poultry Production System (2016), dijelaskan beberapa dampak umum dari cuaca panas yang melanda peternakan unggas. Para peneliti menyimpulkan bahwa serangan cuaca panas ekstrem dapat mengubah perilaku unggas menjadi tidak normal, menurunkan produksi telur harian, memperlambat pertumbuhan, angka kematian meningkat karena rusaknya imunitas, biaya produksi membengkak, hingga akhirnya berdampak pada kerugian ekonomi yang dialami oleh para peternak.

Masih pada penelitian yang sama, perubahan iklim ekstrem dinilai berpengaruh pada penyebaran penyakit hewan secara global. Perubahan iklim ini dapat menyebarkan penyakit zoonosis secara merata ke berbagai daerah. Perubahan iklim juga berpotensi meningkatkan jumlah serangga pembawa penyakit yang berpengaruh negatif bagi keanekaragaman hayati. Selain itu, perlu juga diwaspadai perubahan pola migrasi burung-burung yang bisa saja membawa penyakit Avian Influenza (AI) ke berbagai penjuru. Oleh karena itulah memperketat pengawasan terhadap peternakan unggas perlu diwujudkan.

Baca Juga: Keuntungan dari Cemaran yang Hilang saat Proses Sanitasi

Sumber: poultryindonesia.com