Alatternakayam – Seperti diketahui bersama bahwa cara dan metode pemeliharaan ternak unggas terutama ayam broiler sangat dipengaruhi oleh suhu dan cuaca lingkungannya. Metode dan model pemeliharaan yang diterapkan harusnya berbeda pada setiap musimnya. Di sebagian daerah di Indonesia, musim panas yang berkepanjangan membawa dampak yang signifikan bagi peternak, terutama peternak ayam broiler. Hal yang seringkali muncul akibat perubahan suhu udara yang drastis pada ayam broiler adalah heat stress atau stres akibat panas.
Beberapa dampak yang dirasakan peternak karena kondisi ini diantaranya kandang menjadi bau karena kotoran basah, serangan penyakit, angka kematian meningkat, bobot tidak terkejar, feed conversion ratio(FCR) membengkak, dan menurunnya produktivitas, sehingga pada akhirnya menurunkan profit bahkan menyebabkan kerugian bagi peternak.
Beberapa faktor penyebab heat stress dan pengenalannya
Beberapa tingkah laku ayam broiler yang mengalami heat stress, diantaranya:
1. Konduksi, kondisi ini ditandai dengan ayam merapatkan tubuhnya pada benda-benda yang memiliki suhu lebih rendah darinya, seperti dinding atau litter. Proses ini bertujuan agar panas tubuh ayam berpindah pada benda tersebut.
2. Radiasi, tingkah laku ini ditandai dengan ayam mengembangkan/mengepakkan sayap dan bulu-bulunya. Proses ini bertujuan untuk memindahkan panas tubuh ayam kepada lingkungan.
3. Evaporasi, ayam tidak memiliki kelenjar keringat sehingga poses evaporasinya dilakukan melalui proses pernapasan (paru-paru). Tingkah laku ini ditandai dengan gejala ayam melakukan panting dan gasping (mengap-mengap).
4. Konveksi, proses ini dapat dilihat dari meningkatnya frekuensi konsumsi air yang signifikan pada ayam. Tingkah laku seperti ini wajar dilakukan, karena ayam berusaha untuk menurunkan suhu tubuhnya. Meningkatnya konsumsi air yang tinggi menyebabkan proses penyerapan nutrien pakan pada saluran pencernaan ayam tidak maksimal. Menurunnya penyerapan nutrien pakan berimbas pada tidak terpenuhinya kebutuhan nutrien pada ayam, kondisi ini memicu menurunnya ADG dan pembengkakan FCR. Meningkatnya konsumsi air juga menyebabkan feses menjadi basah. Feses yang basah dan mengandung nutrien tinggi dapat menimbulkan masalah lainnya seperti meningkatkan kadar amoniak di dalam kandang dan menyebabkan litter menjadi lingkungan yang baik bagi petumbuhan mikrobia patogen. Kondisi ini dapat menimbulkan munculnya penyakit pernapasan pada ayam seperti ngorok atau nyekrek, dan ayam akan lebih mudah terjangkit CRD. Pada kondisi panas perkembangan bakteri patogen pada pipa atau toren saluran air akan meningkat sehingga ayam akan lebih mudah terjangkit penyakit coccidiosis atau colibacillosis.
Selain suhu, kelembapan udara (kadar air terikat di dalam udara) juga harus diperhatikan karena kelembapan udara akan memengaruhi suhu efektif (suhu yang dirasakan ayam). Hal ini disebabkan proses evaporasi yang dilakukan oleh ayam, yakni proses pengeluaran panas tubuh ayam dilakukan melalui kulit dan panting. Suhu dan kelembapan udara yang nyaman bagi ayam ditampilkan pada Tabel 1.
Semakin tinggi kelembapan udara, maka suhu efektif yang dirasakan ayam juga akan semakin tinggi. Sebaliknya, ayam akan merasakan suhu yang lebih dingin jika kelembapan udaranya menurun. Korelasi antara kelembapan udara terhadap suhu efektif (suhu yang dirasakan oleh ayam) dapat dilihat pada Tabel 2.
Tingkat stres akibat panas pada ayam broiler dapat diketahui melalui Index Heat Stress yang tampak pada Tabel 3.
Upaya pencegahan dengan menciptakan zona nyaman melalui manajemen sirkulasi udara
1. Kandang sebaiknya dibangun dengan memperhatikan sistem sirkulasi udara yang baik. Sistem atap tipe monitor tepat digunakan, terutama pada daerah bersuhu panas atau dataran rendah. Kandang dengan tipe atap monitor memiliki sirkulasi udara dan daya refleksi (pemantulan) terhadap sinar matahari yang cukup baik. Sebaiknya gunakan bahan atap yang mampu mereduksi panas sinar matahari. Bisa juga dengan menambahkan sistem hujan buatan di atas atap pada saat kondisi suhu lingkungan sangat panas.
2. Kandang menggunakan sistem slat (panggung) dengan ketinggian ± 2 m akan membantu memperlancar sirkulasi udara. Sistem ini dapat mengurangi kadar amoniak di dalam kandang karena feses langsung turun kebawah dan amoniak pada feses akan terbawa oleh angin.
3. Jarak antara kandang tidak dianjurkan terlalu sempit. Jarak antar kandang, kandang dengan tebing atau bangunan minimal 1 x lebar kandang (lebar kandang sebaiknya tidak lebih dari 7 m).
4. Kepadatan kandang harus diatur, sehingga kebutuhan oksigen setiap ekor ayam terpenuhi, misalnya 18 kg/m² untuk ayam pedaging di daerah panas dan 8 ekor/m² untuk ayam petelur umur 6-16 minggu. Kandang yang terlalu padat menyebabkan kompetisi dalam pengambilan oksigen dari udara dan dapat meningkatkan kanibalisme dalam suatu populasi ayam. Jika kandang dirasa sudah padat dapat dilakukan penjarangan.
5. Pengaturan ventilasi dengan manajemen tirai disesuaikan dengan kondisi lingkungan. Membuka semua tirai pada saat suhu lingkungan meningkat, sehingga sirkulasi udara panas menjadi cepat berganti dengan udara dingin. Pengaturan ventilasi juga dapat dilakukan dengan memberikan tambahan blower atau sprayer. Penambahan blower atau kipas semakin meningkatkan kualitas udara di dalam kandang, hanya saja perlu diperhatikan kecepatan angin sebaiknya tidak lebih dari 2,5 m/s dan arah aliran angin kipas disesuaikan dengan arah angin di sekitar kandang.