Keputusan pemerintah untuk melarang penggunaan Antibiotik Pemacu Pertumbuhan atau AGP (Antibiotic Growth Promoter) pada awal tahun (Permentan No. 14, 2017) dan dilanjutkan dengan pemberian ijin untuk membuat Pakan Terapi (Medicated Feed) (Petunjuk Teknis Ditjen PKH, 10 September 2018) memerlukan perhatian lebih lanjut pada peternak yang mencampur pakan sendiri (self-mixing).
Petunjuk teknis pakan terapi memberi peluang kepada peternak self-mixing untuk menambahkan obat yang diperlukan untuk memperbaiki kesehatan hewan yang dipeliharanya. Sebelum peraturan di keluarkan, peternak self-mixing sudah melakukan pencampuran imbuhan pakan ke dalam ransum yang dibuat.
Sering kali pencampuran imbuhan pakan seperti AGP, obat, enzim, toxin binderdan sebagainya dilakukan sendiri oleh peternak tanpa pengawasan dari ahlinya. Dengan diberlakukan Permentan dan petunjuk teknis Ditjen PKH, maka saatnya peternak self-mixing untuk membenahi sistem dan prosedur dalam menggunakan imbuhan pakan, terutama antibiotik, untuk membuat pakan terapi agar memperoleh hasil yang optimal tanpa menyalahi peraturan yang berlaku.
Pemakaian Obat dalam Pakan
Sudah umum dilakukan baik oleh pabrik pakan maupun peternak self-mixing untuk menambahkan imbuhan pakan dalam rangka meningkatkan daya guna pakan dan memperbaiki kesehatan ternak. Berbagai imbuhan pakan seperti anti jamur, toxin binder, enzim dimasukkan ke dalam pakan dan juga obat-obatan baik untuk mencegah timbulnya penyakit seperti anti-koksi maupun antibiotika yang dipakai untuk mencegah penyakit pencernaan seperti Necrotic Enteritis. Obat-obatan umumnya ditambahkan dalam jumlah kecil (<0,5 kg per ton) sesuai dengan dosis yang dianjurkan oleh pabrik yang menghasilkan obat-obatan tersebut.
Anti-koksi umumnya dimasukkan dalam ransum broiler dan juga ransum ayam dara muda untuk mencegah terjadinya penyakit koksi, tetapi ketika terjadi wabah koksi, dapat juga menambahkan obat koksi ke dalam pakan. Berbagai obat koksi yang dijual di pasaran adalah monensin, salinomisin, maduramisin, lasalosid dan juga bahan kimia seperti diclazuril, zoalene, narasin dan sebagainya. Jumlah yang dipakai umumnya kurang dari 0,5 kg per ton. Untuk antibiotik sebagai bahan pengendali penyakit pencernaan terutama Necrotic Eneritis dan Colibacilosis, maka beberapa antibiotik disarankan untuk digunakan seperti virginiamisin, basitrasin, flavomisin, bambarmisin, avilamisin, enramisin dan sebagainya. Dengan pelarangan penggunaan antibiotika sebagai pemacu pertumbuhan, maka antibiotika jenis ini hanya boleh digunakan sebagai terapi. Jumlah pemakaiannya kebanyakan kurang dari 1 kg, kecuali ada penjual yang mengencerkan bahan aktifnya sehingga jumlah yang dimasukkan dalam pakan >1 kg.
Kemampuan Teknis Produksi Pakan
Penambahan obat-obatan dalam jumlah kecil dalam ransum bukan menjadi masalah pada pabrik pakan besar, karena mereka mempunyai mixer yang mampu mengaduk bahan jumlah kecil secara merata. Mereka umumnya menggunakan mixer horizontal dan dibuktikan dengan uji homogenitas bahwa mixer yang digunakan mampu menghasilkan koefisien variasi <10% bahkan sampai <5%. Masalah akan timbul ketika pakan diproduksi oleh self-mixing farm. Kemampuan mixer yang digunakan untuk mengaduk bahan dalam jumlah kecil (<0.5 kg per ton) masih dipertanyakan.
Kebanyakan peternak menggunakan mixer vertical yang dipakai untuk mencampur konsentrat, jagung giling dan dedak padi dengan proporsi 35, 45-50 dan 15-20%. Cara kerja mixer vertical sangat berbeda dengan mixer horizontal, sehingga kemampuan untuk mencampur bahan dalam jumlah kecil diragukan. Meskipun beberapa peternak mencoba membuat premik (pre-mixing), yaitu campuran imbuhan pakan dalam jumlah kecil menjadi campuran yang lebih besar (misalnya 50 kg per ton), untuk kemudian dimasukkan dalam mixer utama. Tetapi kemampuan mengaduk secara merata dari vertical mixer yang berkapasitas 1-2 ton jarang diuji, sehingga tidak diketahui apakah ransum yang dibuat sudah homogen.
Pengujian Mixer
Setiap mixer harus diuji kemampuannya untuk mengaduk ransum secara homogen. Pengujian mixer umumnya dilakukan dengan menggunakan indikator dari bahan yang ada dalam pakan seperti kadar garam. Sebanyak 10 contoh ransum yang diambil secara acak dalam satu kali pengadukan dikirim ke laboratorium untuk dianalisis kadar garamnya. Rataan kandungan garam dalam 10 contoh dan standar deviasinya digunakan untuk menghitung koefisen variasi yang dinyatakan dalam persen. Sebagai contoh, jika rataan kandungan garam dalam ransum sebesar 0.300% dengan standar deviasi 0.027%, maka koefisien variasi atau juga diistilahkan dengan homogenitas adalah 0.027/0.300 dikalikan 100%, sehingga nilainya adalah 9%. Sudah banyak dilaporkan bahwa mixer yang baik harus mempunyai nilai homogenitas <10%, bahkan mixer modern saat ini mempunyai kemampuan untuk mencapai nilai homogenitas sebesar <5%. Memang kadar garam yang umum digunakan sebagai indikator karena kandungan garam (penambahan garam) dalam ransum relatif kecil dan analisis kandungan garam mudah dilakukan.
Di samping garam, beberapa indikator juga digunakan seperti “micro tracers” yang partikel besinya berwarna, yang sengaja dimasukkan ke dalam pakan dan dihitung jumlah warnanya. Bagi peternak yang mencampur pakan sendiri dan juga bagi pabrik pakan, analisis kandungan obat yang dimasukkan dapat dipakai sebagai indikator apakah mixer yang digunakan mampu mengaduk secara merata (homogen). Analisis dapat dilakukan oleh produsen obat tersebut sebagai suatu servis bagi pelanggan.
Apabila setelah diuji, mixer tidak memenuhi persyaratan atau kemampuan untuk mengaduk belum secara merata, maka mixer harus diperbaiki sedemikian rupa sampai akhirnya mampu mengaduk secara homogen. Perbaikan mixer dapat dilakukan dengan mengatur jumlah putaran per menit (rpm) atau memeriksa apakah ribbon atau uliran dalam mixer berjalan sebagaimana mestinya. Atau mixer tidak dapat mengaduk secara homogen akibat kelebihan bahan yang akan diaduk atau melebihi kapasitasnya.
Apabila setelah dilakukan perbaikan ternyata mixer masih belum mampu mengaduk secara homogen, maka sebaiknya mixer tersebut tidak digunakan atau sebagai mixer cacat produksi ketika dibuat. Kemampuan dari mixer untuk mengaduk ransum juga dapat dilihat dari penampakan bagaimana ransum bergerak dalam mixer.
Sudah barang tentu, mixer harus mempunyai pintu atau tutup yang dapat dibuka untuk pemeriksaan. Banyak sekali peternak self-mixing yang tidak pernah mengecek mixer-nya dengan membuka tutupnya. Ketika dibuka, sering ditemukan gulungan tali plastik atau karung dalam as mixer atau screw atau penuh kotoran yang menempel pada ribbon atau screw. Sudah dibuktikan dalam penelitian bahwa mixer yang kotor, tidak mampu mengaduk pakan secara homogen.
Prof Budi Tangendjaja |
Terbitnya peraturan pakan terapi (Medicated Feed), maka peternak self-mixing harus mulai memperhatikan mixer-nya dan mengujinya.
Resiko Kesalahan Membuat Pakan Terapi
Pemasukan obat-obatan termasuk antibiotika dan/atau anti-koksi ke dalam ransum dapat memberikan pengaruh negatif jika mixer yang digunakan tidak baik. Apabila obat yang dimasukkan tidak merata maka ransum yang mengandung obat dalam jumlah yang tidak cukup akan kurang atau tidak bermanfaat bagi ternaknya. Sebaliknya, jika ada bagian ransum yang kelebihan obat, maka ternak dapat keracunan atau memberikan efek negatif.
Dalam membuat ransum terapi, perlu juga diperhatikan akan terjadinya “carry over”, artinya adanya residu obat pada pakan berikutnya yang dibuat. Kontaminasi obat dapat memberikan implikasi negatif, tidak hanya terhadap kesehatan ternak tetapi juga terjadinya residu pada hasil ternak yang dapat memberikan pengaruh negatif terhadap konsumen yang mengonsumsinya.
Perlunya GMP (Good Manufacturing Practice) atau CPPB
Permasalahan dalam membuat pakan sendiri oleh peternak self-mixing tidak hanya dalam kemampuan untuk mengaduk obat dengan baik dan benar, tetapi juga harus memperhatikan kondisi pabrik dan pekerjanya. Peternak harus memperhatikan obat-obatan yang digunakan, bagaimana menyimpannya, bagaimana pencatatan dalam pemakaian, bagaimana dengan pengetahuan pegawai yang menangani obat-obatan tersebut, bagaimana dengan kebersihan pabrik pakan, bagaimana dengan pencegahan masuknya pest, seperti tikus, serangga dan sebagainya. Semuanya ini merupakan hal penting untuk diperhatikan dan ini tercakup dalam patokan GMP. Kelihatannya peternak self-mixing perlu dibina agar dapat menerapkan prinsip-prinsip Cara Pembuatan Pakan yang Baik (CPPB), bahkan jika memungkinkan semua fasilitas pembuatan pakan harus tersertifikasi GMP.
Hal penting (focal point) dalam GMP adalah untuk keamanan pemakaian obat-obatan dan imbuhan pakan, pencemaran bahan yang tidak dikehendaki (misalnya pestisida) dan kebersihan (hygiene) dan keamaman. Prinsip dalam GMP mencakup bangunan/lokasi, bahan pakan, proses produksi, pengirimam, quality control, dokumentasi dan pembinaan manusianya. Hal ini tidak akan diuraikan dalam tulisan ini.
Saran Kebijakan
• Pemerintah
Sebagai kelanjutan dari peraturan dan petunjuk pelaksanaan mengenai pakan terapi, pemerintah sebaiknya melakukan pembinaan terhadap peternak self-mixingagar mereka mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam membuat pakan terapi. Apabila pembinaan telah dilakukan ke seluruh peternak self-mixing, maka pemerintah dapat mulai melakukan pengawasan dengan melakukan audit mengenai pembuatan pakan yang baik. Hal ini dapat dilakukan setahun sekali. Akan tetapi untuk pengawasan pakan terapi, pemerintah dapat secara berkala mengambil contoh pakan terapi dan menganalisis kandungan obat-obatan yang digunakan. Apabila ditemukan hasil analisis yang tidak sesuai, pemerintah dapat membantu peternak tersebut untuk memperbaikinya sebelum memberikan hukuman.
Sudah barang tentu untuk menganalisis kandungan obat pakan terapi, pemerintah harus menyediakan laboratorium yang mampu menganalisisnya. Kerjasama dengan perusahaan yang memproduksi obat hewan dapat dilakukan, sehingga hasil analisis dapat dipertanggung jawabkan baik dari segi ketepatan dan ketelitian.
• Peternak
Peternak yang membuat pakan terapi (juga pabrik pakan) harus terus-menerus mengikuti pelatihan atau seminar yang dapat meningkatkan pengetahuan mereka, sehingga mereka dapat melakukan pembuatan pakan terapi secara baik dan benar. Peternak juga harus memperhatikan kemungkinan terjadinya residu dalam telur atau daging yang mereka hasilkan. Perlu diingat bahwa Indonesia tidak menghendaki anak-anak mengonsumsi produk ternak yang tercemar dengan obat-obatan.
Peternak harus mampu menerapkan prinsip-prinsip cara pembuatan pakan yang baik. Jikalau perlu, mereka semua harus mendapatkan sertifikat GMP atau bisa berkembang menjadi HACCP.
• Perusahaan Obat
Perusahaan obat dan juga distributornya harus ikut serta membantu peternak self-mixing agar mampu membuat pakan terapi dengan benar. Distributor obat tidak cukup hanya menjual barang kepada peternak, tetapi juga membantu bagaimana menggunakan obat secara tepat dan benar. Perusahaan obat memberikan servis untuk menganalisis apakah obat yang dimasukkan dalam ransum telah dikerjakan dengan benar.
Ketiganya, baik pemerintah, peternak dan perusahaan obat harus bekerjasama dalam menghasilkan produk unggas yang ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal) dan mampu menyediakan protein hewani yang mampu dijangkau oleh masyarakat.
Baca Juga: Jagung Masih Mahal, Peternak Rugi
Sumber: http://www.majalahinfovet.com