Gangguan Reproduksi pada Ayam

Alatternakayam – Ternak ayam adalah “pabrik telur dan anak ayam” dimana untuk memproduksinya harus melalui proses terpadu dalam tubuh ayam, mulai diproduksinya spermatozoa pada testis ayam jantan dan diproduksinya ovum (sel telur) pada ovarium ayam betina. Ovum ini akan terus bertumbuh kembang dalam organ reproduksi ayam betina dan melalui tahap-tahap proses seperti pada Tabel 1 berikut.

Proses pembentukan telur berlangsung selama 23-26 jam, yaitu dari proses pembentukan kuning telur (yolk) hingga terbentuknya telur yang siap di keluarkan dari tubuh. Telur yang tidak dibuahi melalui perkawinan (sexual intercourse) bersifat infertil (tidak dibuahi), sehingga tidak dapat ditetaskan menjadi anak ayam (DOC), tetapi telur yang dibuahi bisa bersifat fertil dan ini dapat dilihat melalui cara peneropongan (candling) dan telur dapat ditetaskan.

Perkawinan antara ayam pejantan dan induk betina akan menimbulkan fertilisasi, yaitu bertemunya spermatozoid (bibit jantan) dan ovum (bibit betina) hingga terjadi proses pembuahan. Proses ini dimulai dari perpindahan sperma ke dalam organ reproduksi ayam betina (vagina), lalu sperma bergerak menuju infundibulum (bagian atas saluran reproduksi), dimana dibutuhkan waktu 30 menit. Selanjutnya, 15 menit kemudian terjadi proses ovulasi (pelepasan ovum dari ovarium), dimana sperma bergerak menuju inti sel ovum (pronucleus) dan berakhir dengan terjadinya fertilisasi.

Komposisi Kimiawi Telur
Untuk mendapatkan telur ayam normal perlu mengetahui komposisi kimiawinya, agar dapat diberilkan perlakuan-perlakuan untuk memenuhi kebutuhan tubuh ayam untuk hidup pokok dan produksi telur.

Setelah di keluarkan dari tubuh ayam, telur ayam yang normal memiliki komposisi kimiawi seperti pada Tabel 2 berikut.

Berbagai Gangguan Reproduksi
Gangguan reproduksi bisa terjadi, baik dari dalam tubuh ayam (internal) maupun dari luar tubuh ayam itu sendiri (eksternal).
A. Gangguan internal, antara lain:

   1. Penyakit Egg Drop Syndrome ’76 yang merupakan penyakit infeksius organ reproduksi pada ayam di masa bertelur dengan ciri-ciri penurunan produksi telur, kegagalan mencapai puncak produksi, deformasi bentuk telur dan gangguan pigmentasi kerabang telur tanpa ayam menunjukkan gejala-gejala klinis.

   2. Penyakit Infectious Bronchitis (IB), yang mengakibatkan produksi telur yang rendah dalam jangka waktu lama, kualitas kerabang telur yang rendah, bentuk telur yang abnormal dan warna kerabang telur yang pucat serta tipis. Alat dan saluran reproduksi bisa mengalami rusak parah sehingga ayam petelur tidak mampu menghasilkan telur disebabkan terjadinya kerusakan permanen pada ovarium dan saluran telur lainnya akibat serangan IB semasa anak ayam berumur kurang dari dua minggu.

   3. Penyakit Newcastle Disease (ND), penyakit virus yang mengakibatkan produksi telur menurun drastis, kualitas telur menurun (kerabang telur kasar, tipis dan lembek, fertilitas dan daya tetas menurun).

   4. Bibit ayam, ayam yang berasal dari induk dan pejantan yang secara genetik kurang baik akan memiliki saluran reproduksi yang kurang baik pula sehingga produksi telur dan anak ayam yang dihasilkan akan rendah kualitas dan kualitasnya.

   5. Sex Error dan Sexing Error, kelainan seks atau kesalahan sexing baik pada jantan maupun betina akan mengakibatkan produksi telur, fertilitas dan daya tetas yang diharapkan tidak tercapai, oleh karena itu ayam yang cenderung memiliki sexing error harus segera diafkir dari kelompoknya.

   6. Umur ayam, ayam muda yang mengawali bertelur akan menghasilkan telur yang kecil dibawah standar, maka perlu seleksi telur sebelum melangkah ke tahap penetasan. Demikian pula ayam yang terlalu tua dan sudah saatnya “pensiun”, organ reproduksinya menurun fungsinya yang berakibat telur terlalu besar, fertilitas dan daya tetas menurun.

B. Gangguan eksternal, antara lain berupa:

   1. Stres lingkungan, berupa perubahan cuaca/iklim yang drastis dari suhu panas ke dingin atau sebaliknya, musim hujan ke musim kemarau atau sebaliknya yang mengakibatkan produksi telur, fertilitas dan daya tetas menurun. Solusi mengatasi hal ini salah satunya dengan pemberian obat anti-stres dan penggunaan kandang tertutup (closed house). Stres juga dapat terjadi karena penangkapan/pemindahan ayam yang kasar, perubahan kandang, pakan dan pendengaran yang mendadak seperti kebisingan. Perubahan penglihatan/warna peralatan/petugas kandang juga dapat mengundang stres ayam.

   2. Rendahnya kualitas dan kuantitas pakan, dimana pakan sangat berpengaruh besar pada kualitas dan kuantitas produksi telur karena komposisi telur dibentuk dari zat gizi (nutrient) dari pakan yang dikonsumsi ayam. Standar komposisi pakan untuk tiap periode umur ayam (startergrower, pre-layerlayer) sudah ditentukan sesuai dengan jenis, strain ayam petelur yang bersangkutan, disamping mempengaruhi proses reproduksi. Kelalaian pemberian pakan akan berdampak buruh dan panjang pada sistem reproduksi dan produksi.

   3. Kualitas dan kuantitas air minum, 80% dari tubuh ayam terdiri dari air dimana air berfungsi sebagai media transportasi zat makanan ke segenap sel-sel tubuh disamping media penetralisir suhu tubuh dan pembuang sisa makanan yang tidak dicerna, serta menetralisir zat beracun. Oleh karena itu, pemberian air minum yang terlambat, tidak mencukupi disertai kualitas yang rendah akan berdampak luas pada produksi telur dan reproduksi ayam.

   4. Pencahayaan (lighting), fungsi program pencahayaan pada pemeliharaan ayam petelur/bibit ialah untuk meningkatkan pertumbuhan, mengontrol sexual maturity (kedewasaan) dan mencapai bobot badan standar pada produksi telur 5%. Stimulasi lampu pada kandang open house (kandang terbuka) dimulai pada saat bobot badan ayam mencapai 1.250 gram dengan penambahan cahaya dua jam, kemudian ditingkatkan tiap ½ jam/minggu hingga 16 jam atau 16,5 jam dengan intesitas 40 lux. Hal ini bertujuan mencegah keterlambatan sexual maturity. Pada daerah beriklim panas dianjurkan pencahayaan pada pagi hari (subuh) yang sejuk untuk meningkatkan konsumsi pakan, tetapi penambahan cahaya tidak boleh sebelum produksi telur 5%, juga disarankan penambahan cahaya pada tengah malam selama dua jam untuk meningkatkan konsumsi pakan. Bila hal tersebut tidak dilakukan dengan serius, maka kemungkinan besar gangguan produksi dan reproduksi akan muncul.

   5. Ratio jantan dan induk betina, untuk memperoleh tingkat fertilitas dan daya tetas (hatchability) yang diharapkan, perbandingan pejantan dan induk betina perlu ideal yaitu delapan ekor pejantan unggul per-100 ekor induk betina, terutama untuk usaha pembibitan (breeding).

Demikianlah sekilas tentang gangguan reproduksi dan produksi yang perlu diwaspadai dalam mengelola usaha ayam petelur/bibit. Semoga bermanfaat dan menambah wawasan.

Baca Juga: 4 Kelebihan Strain Ayam Layer Dibandingkan Broiler

Sumber: http://www.majalahinfovet.com