free cage system

Sumber Gambar: http://trobos.com

Trend budidaya ayam petelur (layer) tanpa sangkar (free cage system) diperkirakan menjadi tantangan berikutnya bagi perunggasan Indonesia, setelah tantangan perdagangan dan pelarangan antibiotic growth promoter (AGP).

Hal itu terungkap dalam seminar nasional ‘Antisipasi Produksi Telur Sistem Bebas Sangkar (Free Cage System) Berazas Kesrawan di Indonesia’ yang digelar oleh Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI) bekerjasama dengan Persatuan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) pada gelar Indo Livestock ke-13.

Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) Syamsul Ma’arif menyatakaan isu free cage system merupakan bagian dari tugasnya dalam bidang animal welfare / kesejahteraan hewan (kesrawan).

Dalam pemaparannya Syamsul meminta para pemangku kepentingan, yaitu para pengusaha peternakan, bahwa kesrawan tidak dapat diabaikan begitu saja. Kesrawan harus diterapkan secara keseluruhan.

Sugeng Dwi Hastono, asesor dan pengajar kesrawan menjelaskan Brazil telah menawarkan produk daging yang halal dan memenuhi standar kesrawan. “Kalau Indonesia tidak dapat menerapkan kesrawan, maka produk tersebut akan masuk ke Indonesia,” ujar Sugeng.

Negara Indonesia diprediksikan akan mengalami kendala dalam penerapan sistem kandang bebas pada ayam (free cage system). Diantaranya adalah faktor ekonomi, sumber daya manusia (SDM), dan sosiologi konsumen maupun produsen.

Pada kesempatan itu, Dawn Neo selaku Corporate Outrach Asia Farm Animal Welfare, menjelaskan bahwa  free cage system dikembangkan dalam rangka menggantikan kandang baterai yang ada saat ini di dunia.

“Desain kandang di rancang berdasarkan perilaku (behaviour) ternak. Pada malam hari ayam akan bertengger ke atas, sedangkan siang hari ayam akan berkeliaran dan bereksplorasi,” ujar Dawn.

Dawn menambahkan bahwa free cage system bukan berarti ayam dilepaskan begitu saja di halaman tanpa pengawasan, tetapi juga bisa dimaknai ssistem perkandangan dalam ruang tertutup tanpa tanpa kandang baterai.

Wisnu Wardana, Wild Life and Zoo Consultant, menjelaskan bahwa di luar Indonesia permintaan terhadap produk pangan asal hewan berkualitas semakin tinggi.

“Dibalik investasi yang tinggi, mereka melihat profitnya lebih tinggi dibandingkan memelihara ayam dengan kandang baterai,” ungkap Wisnu.

Dia menghimbau hendaknya manusia yang fitrahnya mengonsumsi produk-produk hewani, memiliki etika dengan memperlakukan hewan dengan hati nurani. Wisnu mengungkapkan kesrawan berkaitan dengan kesehatan hewannya.

“Jadikan hewan sebagai makhluk hidup bukanlah benda mati,” tegas Wisnu. Pedoman five freedom wajib diterapkan oleh siapa pun,” tandasnya.

Mengakhiri seminar, Wiwiek Bagja sebagai moderator seminar menyimpulkan, Indonesia yang masih bergantung pada impor harus dapat menunjukkan dirinya memiliki kesempatan untuk mengaudit aspek kesrawan, SOP dan payung hukum, serta SDM yang layak.

“Perlu lebih banyak lagi orang-orang yang mengenal animal welfare di dunia peternakan, khususnya Fakultas Peternakan. Yang terakhir sejauh mana komitmen produsen, pemerintah dan konsumen dapat disatukan dalam beberapa kegiatan sebagai bagian dari campaign kita untuk mewujudkan Indonesia yang layak dan sadar akan pentingnya memproduksi / mengkonsumsi produk hewan yang berazas kesrawan,” tutup Wiwiek.

Baca Juga: Tangani Problem Produksi dan Pencernaan pada Ayam Layer

Sumber: http://trobos.com