Alatternakayam – Riuh dan tatapan curiga dari bilik-bilik kandang layer yang memanjang menyambut petugas yang memasuki suatu flok. Layer tersebut menunggu dan waspada apakah mereka hendak dipindahkan, diberikan vaksin, pakan, atau sekedar mengambil telur yang telah diproduksinya. Dikala melakukan salah satu dari aktivitas tersebut, terutama yang berkontak langsung dengan ayam, terkadang dalam suatu kondisi, terdapat ektoparasit berukuran kecil berwarna kuning kecoklatan sampai kehitaman berbadan oval yang menjalar di permukaan tubuh ayam. Tak jarang ketika petugas telah selesai melakukan tugasnya, ektoparasit berukuran 1×0,3 mm yang memiliki empat pasang kaki tersebut dengan cepat menyelinap dalam pakaian petugas. Lantas, apakah ektoparasit mini ini?

Ektoparasit mini tersebut memiliki nama ilmiah Ornithonyssus spp. masyarakat sering menyebutnya Gurem atau kutu ayam. Spesies Ornithonyssus yang dilaporkan ditemukan di Indonesia yaitu O. bursaOrnithonyssus, dalam penggolongannya, bukan termasuk kutu (lice), melainkan tungau (mite). Sebenarnya, terdapat perbedaan antara kutu, pinjal (flea), caplak (tick), dan tungau secara morfologis, anatomis, dan fisiologis namun sepertinya awam terbiasa menyebut ektoparasit mikroskopis dan makroskopis dengan sebutan ‘kutu’. Pengetahuan ini dapat dikatakan sepele, namun dapat berpengaruh terhadap pemilihan obat anti-ektoparasit secara umum. Insektisida digunakan untuk membasmi jenis arthropoda dalam kelas Insecta (lalat, nyamuk, kutu, dan pinjal), sedangkan akarisida digunakan untuk membasmi arthropoda dalam kelas Arachnida, sub kelas Acari (caplak dan tungau). Walaupun terdapat juga jenis sediaan berspektrum luas yang dapat menjadi insektisida maupun akarisida.

Ornithonyssus bursa (Tropical Fowl Mite) tidak hanya menyerang pada ayam, tetapi juga pada berbagai spesies burung. Ornithonyssus bursa termasuk dalam spesies tungau endemik di benua Asia. Tungau unggas lainnya yang juga endemik di benua asia yaitu Dermanyssus gallinae (Poultry Red Mite) dan Ornithonyssus sylviarum (Northern Fowl Mite). Tungau-tungau tersebut menjadi endemik karena memiliki siklus hidup dan penyebaran yang sangat cepat. Ornithonyssus bursa dapat menyelesaikan lima tahap siklus hidupnya, mulai dari telur sampai dewasa hanya dalam waktu 7-10 hari. Ornithonyssus spp., selain itu, memiliki daya tahan hidup di lingkungan atau di luar inang yang tinggi, yaitu sekitar tiga minggu.

Gangguan pada ayam dan manusia

Serangan Ornithonyssus spp. pada layer dapat menyerang ayam usia muda hingga dewasa, dimana ayam muda memiliki kerentanan lebih tinggi dibandingkan ayam dewasa. Ornithonyssus bursa banyak ditemukan pada bulu-bulu daerah kloaka karena lebih hangat dan lembab, meskipun di daerah sayap maupun bagian tubuh lainnya juga dapat ditemukan. Gangguan yang ditimbulkan Ornithonyssus spp. pada ayam yaitu berupa gatal, iritasi pada kulit, terlihat gelisah, dan lesu akibat anemia. Ornithonyssus spp. betina dapat menghisap darah ayam 1,8 kali berat tubuh gurem, atau sebanyak 0,077 mg. Gangguan tersebut memiliki dampak ekonomis dalam produksi telur hingga 25% dan dapat menimbulkan kematian pada infestasi tungau dalam jumlah yang besar.

Tidak hanya pada ayam, Ornithonyssus spp. juga dapat menimbulkan gangguan pada manusia yang dilaporkan di Italia, Brazil, dan Portugal (Castelli et al., 2015; Bassini-Silva et al., 2019; Waap et al., 2020) menyebutkan bahwa orang yang berkontak langsung dengan ayam yang terinfestasi Ornithonyssus spp. menunjukan kegatalan dan menimbulkan lesi pada kulit, seperti erythema dan erupsi papular. Meskipun tidak ditulis dalam case report jurnal ilmiah terbaru seperti tiga negara tersebut, namun penulis juga pernah mendapatkan keluhan yang sama dari petugas di suatu peternakan di pulau Jawa akibat infestasi Ornithonyssus spp. yang cukup tinggi.

Pencegahan terhadap serangan gurem

Gangguan akibat gurem tampaknya perlu dilakukan karena selain dapat mengganggu produktivitas ternak juga dapat menimbulkan gangguan pada pekerja yang berkontak langsung dengan ayam. Tindakan pencegahan dan penanggulangan terhadap Ornithonyssus spp. dapat dimulai dari kebersihan pekerja maupun kebersihan lingkungan peternakan. Dari segi pekerja, penerapan biosekuriti dengan menggunakan set pakaian yang berbeda untuk memasuki lingkungan kandang untuk mencegah terbawanya Ornithonyssus spp. keluar peternakan maupun mencegah kemungkinan terserangnya pekerja kandang oleh Ornithonyssus spp. yang terbawa.

Pencegahan gurem ayam pada lingkungan kandang kuncinya dengan menciptakan lingkungan yang tidak sesuai bagi gurem untuk berkembang namun baik untuk ayam, yaitu  dengan menjaga sirkulasi udara, cukupnya sinar matahari yang masuk, kebersihan, dan sanitasi kandang. Pencegahan terhadap gurem juga dapat dilakukan dengan menaburkan belerang dan penyemprotan cypermethrin di sekeliling kandang satu bulan sekali (Kementan, 2014).

Penanganan bangkai pada ayam yang terserang Ornithonyssus spp. juga perlu diperhatikan, karena Ornithonyssus spp. membutuhkan inang hidup, sehingga jika inang yang ditempatinya mati, maka akan mencari inang sesuai yang hidup. Jika bangkai diletakan sembarang atau tidak langsung dibakar, maka akan mempermudah penyebaran Ornithonyssus spp. antar flok maupun ke inang lainnya, seperti burung liar. Penyebaran Ornithonyssus spp. juga dapat didukung oleh angin kencang.

Strategi tepat pengendalian dan pemberantasan gurem

Dari segi kontrol dan pemberantasan, bahan aktif yang digunakan sebagai akarisida sebagai kontrol terhadap serangan gurem dapat menggunakan sediaan mengandung zat aktif sintetik yang tersedia di pasaran maupun akarisida alami yang berasal dari ekstrak tumbuhan. Jenis zat aktif yang digunakan untuk memberantas gurem diantaranya golongan Organofosfat (dichlorvos, coumaphos, malathion), pyrethroids (cypermethrin, deltamethrin), karbamat (carbaryl), makro siklik laktone (abamectin, milbemectin), dan alkaloid (nikotin sulfat) (Tabel 1). Penyemprotan kandang menggunakan formalin dan kalium permanganat atau minyak tanah juga dapat digunakan untuk pemberantasan gurem.

Tabel 1. Cara pemakaian beberapa jenis sediaan akarisida

Nama SediaanDosisCara Pemakaian
Coumaphos0,25%Spray: 0,8-1 galon (3-3,8 liter) untuk 100 ekor ayam
Carbaryl6,25grSpray: dilarutkan dalam 3 liter untuk 33 ayam
Malathion1. 4-5%

2. 0,5%

1. Serbuk: per 0,5 kg ayam

2. Spray: 4 liter air per ayam

Nikotin Sulfat1.  40%

2.  225 gr

1. Diaplikasikan pada tempat bertengger ayam dan dinding kandang

2. Dilarutkan dalam 30 liter air, diulangi 10 hari kemudian. Dapat diaplikasikan menggunakan kuas cat.

(Kementan, 2014)

Penggunaan akarisida hendaknya menggunakan sediaan yang sudah mendapatkan nomor registrasi (legal), sesuai dengan dosis yang dianjurkan, dan melakukan rotasi penggunaan sediaan akarisida. Jika tidak, maka resistensi tungau terhadap akarisida akan muncul. Resistensi akarisida juga dapat dipicu oleh cepatnya reproduksi maupun siklus hidup tungau. Resistensi akarisida terbentuk akibat peningkatan pemecahan metabolis akarisida atau detoksifikasi metabolis pada tungau atau mutasi gen target dapatan yang mempengaruhi afinitas terhadap akarisida (Marcic et al., 2012).

Resistensi terhadap akarisida telah dilaporkan di Jepang. Sebesar 19,5% D. gallinae telah resisten terhadap tiga jenis akarisida, yaitu karbamat, piretroid, dan organofosfat (Murano et al., 2015). Resistensi terhadap beberapa jenis akarisida carbaryl, tetrachlorvinphos + dichlorvos (Ravap), dan permethrin terhadap O. sylviarum juga dilaporkan di California, Amerika (Mullens et al., 2004).  Sejauh ini, penulis belum menemukan laporan dalam jurnal ilmiah mengenai resistensi tungau ayam terhadap akarisida di Indonesia. Penelitian terhadap resistensi ini dapat memberikan informasi ilmiah terhadap pengendalian infestasi tungau pada ayam dan pengembangan sediaan yang lebih sensitif dan aman.

Penggunaan akarisida sintetik yang intensif, selain dapat menimbulkan resistensi tungau terhadap sediaan tersebut, juga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap produk unggas yang dihasilkan. Residu akarisida sintetik dapat mencemari daging dan telur ayam, mencemari lingkungan, dan musuh alami parasit (Kedang et al., 2020). Sehingga, bio-akarisida, yaitu akarisida yang berasal dari bahan alami dapat dijadikan sebagai pilihan akarisida terhadap tungau ayam.

Beberapa jenis ekstrak tanaman telah diuji sebagai akarisida terhadap tungau ayam. Larutan ekstrak bawang putih (Allium sativum) 10% dalam spray, 22,5 mL/ayam, dalam uji lapang terbukti dapat menurunkan derajat infestasi D. gallinae dan O. sylviarum (Yazwinski et al., 2005). Spray larutan ekstrak bawang putih 10% juga dapat memperbaiki parameter eritrosit dan leukosit pada ayam yang terinfestasi ektoparasit, termasuk D. gallinae (Ahmed et al., 2019). Allium sativum memiliki efek yang sama seperti organofosfat dan karbamat, yaitu neurotoksik. Efek neurotoksik ini menimbulkan paralisis secara cepat pada tungau (Chaubey, 2017). Ekstrak tumbuhan lainnya yang berpotensi sebagai akarisida yaitu klausena, leci, dan cengkeh yang memiliki racun kontak dan uap (Tabari et al., 2020). Minyak kadena dan thyme juga memiliki racun kontak terhadap tungau (Abdelfattah et al., 2018).

Sumber: poultryindonesia.com