Alatternakayam – Tak bisa dipungkiri bahwa produk asal unggas (daging dan telur) masih menjadi pilihan utama rakyat Indonesia dalam memenuhi kebutuhan gizi hewani (65% kebutuhan total protein hewani). Pertimbangan harga relatif terjangkau dan ketersediaan produk yang banyak membuat akses mendapatkannya  mudah serta pengolahannya sangat mudah.  Maka tidak berlebihan produk ternak berkaki dua tersebut jadi primadona sebagian besar rakyat Indonesia dalam menu hidangan  sehari-hari. Terlebih untuk daging ayam pedaging (broiler).  Produk ini paling banyak dikonsumsi penduduk kita, diikuti daging ayam  kampung dan daging sapi maupun kerbau.

Industri perunggasan Indonesia merupakan salah satu ujung tombak agribisnis Indonesia yang sangat penting baik  masa lalu, saat ini dan akan datang. Oleh karena itu, industri ini perlu berbenah untuk menjaga kontinuitasnya.

Hal tersebut tercermin dari angka statistik BPS 2022 yang menunjukkan, rata-rata konsumsi daging ayam di Indonesia mencapai 0,14 kilogram (Kg) per kapita per minggu. Angka ini menunjukkan rata-rata konsumsi daging ayam nasional lebih tinggi dari daging sapi atau kerbau. Tercatat, rata-rata konsumsi daging sapi atau kerbau hanya 0,009 Kg per kapita per minggu pada 2021. Adapun konsumsi telur rata-rata di Indonesia dalam 3 tahun terakhir berkisar antara 5,9-6,5 butir per orang per minggu. Berdasarkan data Susenas 2022, konsumsi protein per kapita di Indonesia sudah berada di atas standar kecukupan konsumsi protein nasional yaitu 62,21 gram. Walaupun demikian, bila disandingkan dengan data  konsumsi protein hewani negara ASEAN, kita masih tertinggal. Dari total konsumsi protein, konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia baru 8%, sementara Malaysia mencapai 30%, Thailand 24%, dan Filipina 21%.

Apabila kita melihat produksi daging ayam dan telur, maka telah terjadi surplus produksi pada 2022. Masih menurut data BPS, sepanjang 2022 Indonesia menghasilkan sekitar 3,76 juta ton daging ayam broiler. Sedangkan kebutuhan daging ayam broiler di Indonesia 2022, sekitar 3,20 juta ton. Ada surplus  0,56 Juta ton pada 2022. Untuk telur, kebutuhan telur ayam ras (layer), sekitar 5,31 juta ton. Produksi telur ayam petelur di Indonesia mencapai 5,57 juta ton pada 2022. Jumlah itu naik 7,96% dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebesar 5,16 juta ton. Berarti secara hitungan matematis ada surplus telur 0,26 juta ton pada 2022. Namun disayangkan ketersedian sumber gizi hewani tersebut belum diimbangi dengan kemudahan akses secara merata seluruh rakyat Indonesia.

Akibatnya, problem kurang gizi pada anak Indonesia (stunting) masih menghantui pembangunan SDM Indonesia. Dalam hal ini, produk unggas dinilai bisa berperan lebih dalam membantu dalam upaya entaskan gizi buruk ini.  Berkaca dari angka prevalensi stunting anak di Indonesia masih mengkhawatirkan (21,6%) di tahun 2022. Artinya 2-3 dari 10 anak Indonesia berpotensi menderita gizi buruk. Masih di atas angka standar WHO (20%). Pada kondisi ini, para pelaku bisnis perunggasan dan pemangku kepentingan semestinya bergerak cepat menangkap peluang ini secara optimal.*Dosen  Agribisnis Universitas Subang & Dosen LB di Stiesa Subang

Sumber: poultryindonesia.com